30 August 2012


Shock Therapy sebagai Cara Membangkitkan Semangat Perjuangan
Oleh : Saifudin Elf*

Semangat seseorang terkadang memiliki intensitas tertentu. Kadang semangatnya tinggi kadang juga semangatnya rendah. Ada beberapa factor yang bisa menyebabkan naik-turunnya sebuah semangat. Kondisi psikis salah satunya, menjadi factor penting dalam diri seseorang yang berpengaruh besar terhadap tingkat intensitas semangat seseorang.

Seringkali tingkat semangat seseorang dipengaruhi dengan pola kebiasaan keseharian. Sifat kebosanan juga terkadang tak luput dari terkaman menurunnya sebuah semangat. Ada yang karena bosan dengan pola kebiasaan keseharian, seseorang semangatnya turun untuk berbuat sesuatu. Riskan, memang jika melihat kondisi seperti ini, mengingat banyak moment dan hal yang hanya bisa berjalan jika semangat seseorang sedang memuncak.
Sudahi Perlawanan

Jika kondisinya sudah seperti ini, salah satu jalan yang bisa dilakukan adalah menggunakan ‘Shock Therapy’ tentunya untuk membangkitkan semangat yang mulai menurun. Terkadang sesuatu yang di luar perkiraan dapat menumbuhkan sentilan untuk meletupkan semangat dalam diri seseorang.

Hal ini Nampak pada agenda shock therapy yang dilakukan panitia orsenik tadi malam (29 Agustus 2012). Dengan beberapa adegan yang penuh dramatisir para panitia mencoba untuk melakukan sebuah shock therapy buat mahasiswa baru. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali semangat perjuangan serta semangat kebersamaan di antara mahasiswa baru yang akhir-akhir ini sudah terlihat mengendur semangatnya. Tujuan yang lain adalah untuk menumbuhkan semangat menghargai kepada yang lebih tua.

Mengingat mental serta semangat yang kuat sangat dibutuhkan untuk menghapi pertempuran Orsenik antar empat fakultas. Bayangkan saja jika, semangat mahasiswa baru sudah mengendur apa yang akan terjadi dengan nasib mahasiswa baru? Apakah akan terus berada di bawah tekanan mahasasiswa fakultas yang lain? Tentu hal terburuk ini tidak diinginkan oleh semua pihak.

Panitia berharap, dengan adanya shock therapy yang telah dilakukan tadi malam, dapat meletupkan kembali semangat perjuangan mahasiswa baru untuk menghadapi pertempuran orsenik antar empat fakultas. Dan semoga para mahasiswa baru bisa membawa harum nama fakultas dakwah di tingkatan empat fakultas yang lain. (ipud)

*Pemerhati masalah psikis, hehehe..

27 August 2012


TRADISI ITU BERNAMA RIYOYO*

“Indahnya jalinan silaturrahmi, jika kita bisa sling berbagi”
“Tak akan ada perselisihan, jika kita saling bertoleransi”
“Nikmatnya sebuah kehidupan, jika kita bisa hidup rukun berdampingan”
“Tak aka nada iri dan dnegki, jika kita saling mengerti dan memahami” (elf syair)

(Galih, 26 Agustus 2012). Ada sebuah catatan tradisi yang hampir saja saya lupakan, ketika aku berada di kampong halamanku. Kampungku berada di gang buntu yang berada di desa Galih dan masuk dalam wilayah kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Sekitar 15 KM arah barat daya Kota Kendal, serta berjarak kurang lebih 33 KM arah barat Kota Semarang.

Untung saja, di akhir liburan Lebaran ini, aku sempat mengikuti prosesi adat dan tradisi yang selama ini terus dilestarikan oleh masyarakat di kampungku.

Tradisi ini biasanya dilakukan pada saat hari raya Islam, yaitu di hari raya ‘idul fitri tanggal 1 syawal, hari raya ‘idul adha pada tanggal 10 Dzulhijjah, serta hari raya ketupat (atau masyarakat kampungku sering menyebutkan dengan istilah bodho syawal) 1 minggu setelah hari raya ‘idul fitri.

Pada moment inilah masyarakat di kampungku biasa mengadakan tradisi Riyoyo. Riyoyo merupakan tradisi makan bersama dengan saling bertukar makanan satu dengan yang lainnya. Dalam tradisi riyoyo juga terdapat pembacaan Tahlil untuk arwah leluhur sebagai salah satu rangkaian tradisi yang masih terus dipertahankan.

Tradisi riyoyo ini biasanya dilakukan pagi hari, sekitar pukul enam pagi. Lelaki dewasa kampungku pada pagi hari sudah berduyun-duyun untuk memadati mushola kampong. Dengan membawa lontong, lepet, opor ayam, bahkan ada yang bawa krupuk, buah-buahan serta makanan yang lain yang turut meramaikan tradisi riyoyo tiap tahunnya. Setelah sampai di mushola semua makanan itu diletakkan di tengah-tengah para hadirin yang telah duduk membentuk lingkaran.

Di awal prosesi, dibacakan tahlil untuk arwah para leluhur. Setelah pembacaan selesai dilanjut do’a, dan setelah do’a para hadirin bersegera untuk menghampiri sajian masakan yang telah tersaji yang dibawa oleh para lelaki dewasa. Tradisi ini biasa dilakukan oleh kaum lelaki. Suasana kekrabanpun mulai terasa tatkala semua hadirin mengambil masakan yang sudah tersaji, tidak ada pilih-memilih makanan, tak peduli siapa yang membawa makanan itu. Semua segera bersantap.

Setiap hadirin yang datang pasti mendapat makanan yang dibawa orang lain, maklum saja. Namanya juga tukaran makanan. Misalnya si A mendapat makanan yang dibawa si D, dan si C mendapat makanan yang dibawa si E. Tidak ada sesuatu apapun yang disembunyikan. Semua hadirin mendapatkan jatah makanan satu-persatu. Tak heran jika tradisi ini, terus dipertahankan oleh masyarakat kampungku.

Ketika dianalisis lebih menjauh, tradisi ini mengajarkan kepada masyarakat untuk saling berbagai tanpa melihat siapa yang berbagi, siapa yang akan diberi. Karena pada dasarnya semua manusia itu sama di mata Allah, yang membedakan hanyalah tingkat ketqwaan seseorang di hadapan Allah.

Karena, itulah tradisi riyoyo selalu dipertahankan oleh masyarakt kampungku. Semua tumpah ruah dan larut dalam kebersamaan saat prosesi tradisi riyoyo ini. Ada sebuah kerinduan tersendiri di hati saya, saat tidak berada di kampong halaman. Rindu akan suasana kampong, keramahan warga kampong, serta berbagai macam tradisi yang masih terus dipertahankan salah satunya tradisi riyoyo. (ipud)

* Liputan oleh            : Saifudin elf
   Saat Libur Lebaran ‘idul fitri 1433 H
   Di kampung halamanku

MENAWAR ARUS KONSUMERISME LEBARAN
Oleh : Saifudin ELF*

Idul fitri merupakan hari raya umat Islam. Hari raya ini merupakan sebuah karunia yang diberikan Allah kepada umat muslim yang telah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Banyak cara yang dilakukan umat Islam untuk menyambutnya.

Gegap gempita serta suka cita umat muslin tumpah saat mendekati perayaan hari raya Idul Fitri. Salah satu cerminannya bisa kita lihat dengan prosesi mudik para perantau kembali ke kampung halaman. Dengan segala macam persiapan para perantau berbondong-bondong mudik untuk merayakan Idul Fitri di kampung halaman.
Namun yang paling mencengangkan adalah adanya budaya baru ketika mendekati Idul Fitri selain budaya mudik. Apakah itu? Yah benar sekalai, yaitu adanya budaya konsumen atau belanja berlebih. Bagi sebagain orang moment Idul Fitri adalah moment yang pas buat membelanjakan hasil keringatnya. Karena pada moment kali inilah seseorang yang merantau di luar kota diukur kesuksesannya oleh orang yang menetap di kampung halaman.

Wajar saja, bila selanjutnya banyak masyarakat yang terbius dengan arus konsumerisme hari raya. Bukan hanya itu saja, bahkan orang yang tidak merantau sekalipun ikut terbawa arus konsumerisme tersebut. Setelah hampir satu bulan penuh bersusah payah, berjuang untuk menahan lapar, dahaga dan hawa nafsu dalam ritual ibadah puasa. Menjadikan moment Idul Fitri sebagai moment untuk balas dendam katanya.

Banyak masyarakat yang memenfaatkan moment Idul Fitri untuk membeli segala macam kebutuhan pribadi maupun kebutuhan keluarga dengan tanpa mempedulikan pundi-pundi keuangan yang dimiliki. Akibatnya, setelah moment hari raya Idul Fitri banyak dintara kita yang defisit keuangan. Sungguh mencengangkan memang, melihat fenomena seperti ini.

Banyak toko busana muslim laris manis diserbu pembeli, banyak toko bahan kebutuhan rumah tangga diserbu pembeli mendekati lebaran. Para pedagang seolah-olah diterjang banjir belanja masayarakat. Selain itu, banyak juga para pedagang yang memanfaatkan moment Idul Fitri untuk cuci gudang, menawarkan berbagai macam barang dengan harga miring berbeda dengan hari biasanya.

Mendapatkan untung yang sebanayak-banyaknya mungkin menjadi salah satu factor munculnya harga miring oleh para pedagang. Jika sudah banyak pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan harga miring masayarakat seolah terbius untuk memborong segala barang yang ditawarkan, walaupun barang yang ditawarkan  tidak dibutuhkan dalam waktu dekat.

Dalam moment seperti inilah masyarakat diuji keimanannya dalam hal berbelanja. Jika keadaan sudah sedemikian rupa, factor yang utama ada pada diri masyarakat itu sendiri. Apakah akan terpengaruh dengan pasar yang sedemikian kejamnya? Ataukah masyarakat akan merespon keadaan pasar dengan cara yang bijak? Entahlah !!!

Kiranya masyarakat perlu menawar kembali, naluri belanja dadakan mendekati hari raya Idul Fitri dan pasca hari raya. Perlu adanya manajemen keuangan yang jitu, guna mensiasati arus konsumerisme yang melanda sebagian besar masyarakat kita.

Terakhir dalam tulisan saya ini, sekali lagi perlu adanya sikap irit dalam penggunaan pendapatan jika tidak mau defisit. Perlu adanya menajemen keuangan terutama dalam moment sebelum dan pasca hari raya Idul Fitri. Rencanakan segala macam kebutuhan yang sesuai dengan budget yang dimiliki.


*pemerhati budaya dan anggota organisasi pergerakan mahasiswa IAIN Walisongo Semarang



Sajak-sajak Kerinduan
Oleh; Saifudin elf

Senja Kenangan

Semilir angin berhembus
Melewati rimbun dedaunan
Deret pepohonan bergoyang
Berirama senada tarian angin

Beningnya aliran sungai
Menambah ketenangan sore ini
Di kampung halamanku
Sungguh indah dalam pandanganku

Ku teringat sosok gadis
Yang baru saja kutemui
Di pelataran gedung sekolah
Di bawah rindang pepohonan

Rasa itu semakin menjadi
Tatkala aku mulai bercengkrama denganmu
Syahdu dan begitu semribit
Membuat keningku Seperti tak mau
Untuk mengerutkan kulitnya

Oh… senja kenangan itu kini telah aku rasakan kembali


Perasaan yang sama?

Dalam setiap nafas yang ku hembuskan
Perasaan takut itu sedikit membebaniku
Memaksaku untuk mengingat masa laluku
Membuka luka lama yang telah aku kubur dalam-dalam

Ku yakin, tak selamanya
Sebuah kenangan akan kembali terulang
Dalam proses kedewasaan terkadang pula
Ku harus belajar dari kenangan
Walaupun itu kelam

Saat-saat seperti inilah
Hati terasa berdebar lebih kencang
Merasakan getar kerinduan
Saat rasa itu mulai melanda jiwa

Bayang-bayang keindahan
Mewarnai setiap angan yang ku simpan

Aku merasakan rasa ini,
Samakah rasa yang kau rasakan?

Dentingan nada sms
Mengusik telingaku,
Berharap itu balasan sms darimu
Dengan sejuta harap aku membacanya

(Galih, 1 Syawal 1433 H dalam senja penantian)


Modernisasi itu sudah Masuk Desaku?
Oleh : Saifudin elf*

Tepat 17 agustus 2012, Indonesia memperingati hari jadinya yang ke-67 tahun. Selama itu pula Indonesia bisa melepaskan diri dari belenggu penjajah. Ada nuansa yang berbeda dengan peringatan 17 agustus di tahun sebelum-sebelumnya. Karena moment 17 agustus di tahun 2012, sama dengan moment saat 17 agustus 1945 saat Indonesia memproklamirkan sebagai Negara yang  merdeka yaitu persamaan hari jum’at antara 17 agustus 2012 dengan 17 agustus 1945. Bukan hanya itu, saat 17 agustus 1945 juga bersamaan dengan momentum puasa ramadhan. Suatu kebetulan atau memang garis Tuhan yang telah menetukan.

Sehari sebelum peringatan 17 agustus, saya kembali ke kampong halaman. Tepatnya 16 agustus, aku kembali ke kampong halaman setelah jenuh dengan seabrek rutinitas di kota Semarang. Dalam perjalanan kembali ke kampong halaman aku sempat menghayal, kapan yah aku bisa seperti para perantau yang sangat menunggu momentum mudik di setiap tahunnya, “mungkin 3-5 tahun lagi setelah aku bisa menetukan masa depanku sendiri” jawabku dalam hati.

Nuansa pedesaan begitu sangat kentara ketika aku mulai memasuki gerbang selamat datang desaku. Tepatnya di tapal batas selamat datang Desa Galih salah satu desa di bagian kecamatan Gemuh, sekitar 15 KM arah barat daya Kota Kendal. Rasa kangen itu sedikit terobati dengan deretan rumah serta beberapa gedung sekolah tempat aku bermain serta menuntut ilmu 12 tahun yang lalu.

Ada satu hal yang menarik bagiku saat kembali ke kampong halamanku di momentum libur lebaran tahun ini. Apa itu? Pastinya, bagungan masjid yang sudah lama sekali malakukan proses renovasi diri, sudah sekitar 5 tahun masjid di desaku dalam proses renovasi besar-besaran. Dan di tahun ini sudah, terlihat seperti apa bentuk transformasi terbarunya. Sangat jauh berbeda dengan  bentuk awalnya. Tapi hal ini tidak mengurangi nilai sejarah yang sudah lekekat sejaka awal berdirinya masjid di desaku ini.

Satu lagi peristiwa kemarin yang membuatku agak tercengang namun juga kagum. Selama hampir 21 tahun saya lahir ke dunia, dan sudah sekitar 12 tahun yang lalu sejak saya pertama kali masuk masjid di desaku serta mengikuti sholat jum’at di masjid desaku “Masjid Nurul Muttaqien”, baru kemarin saat 17 agustus 2012 pertama kalinya saya mendegarkan Khutbah di masjid desaku menggunakan bahasa Indonesia. Saya sempat berfikir, apakah modernisasi sudah masuk ke desaku ?. seumur-umur baru kemarin saya mendengarkan khatib jum’at di masjid desaku menggunakan bahasa indonesai, tidak seperti biasanya menggunakan bahasa jawa karma. Luar biasa, lalu siapakah sebenarnya sosok khatib yang berkhutbah kemarain ?.

Beliau adalah Ustadz Muhaimin, SE yang sering disapa Ustadz Mumu’, salah satu tokoh muda yang dimiliki desaku. Beliau merupakan Hafidz Alqur’an yang pernah nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Sungguh luar biasa ustadz yang satu ini. Saya juga sempat menempa ilmu dari beliau saat saya masih nyantri si Pondok Modern Selamat Kendal, waktu beliau juga masih mengajar di sana.

Dalam khutbahnya kemarin, ustadz mumu menuturkan mengenai realitas internasional yang baru saja terjadi di Myanmar. Saat saudara kita umat muslim Rohingnya di Myanmar diusir oleh masyarakat sipil Myanmar, serta adanya perlakuan diskrimninasi pemerintah Myanmar terhadap kaum muslim Rohingnya. Bukan hanya perlakuan itu saja, yang lebih parahnya lagi adalah kaum muslim Rohingnya tidak diakui sebagai warga Negara Myanmar. Sungguh peristiwa yang membuat semua hati umat islam dipenjuru dunia ikut merasakan betapa pedihnya perasaan yang dirasakan masyarakat muslim Rohingnya.

Kita sebagai bangsa Indonesia, yang mayoritas Bergama Islam, patut memberikan support serta bantuan kepada saudara seiman kita, kaum muslim Rohingnya di Myanmar. Bagaimana tidak, ini juga bisa menjadi cerminan kita sebagai bangsa dengan penduduk matoritas beragaman Islam. Sudah baikkah kita memperlakukan orang yang bukan non-muslim? Sudah baikkah kita terhadap kaum non-muslim?. Kiranya perlu adanya sikap toleransi yang tinggi bagi umat muslim Indonesia kepada setiap bentuk perbedaan. Agar saudara kita sesame muslim yang berada di Myanmar khususnya dan di seluruh penjuru dunia umumnya bisa merasakan perlakuan yang sama. Tidak ada lagi proses diskriminasi terhadap kaum minoritas oleh kaum mayoritas.

Ustadz mumu’ kemarin telah mengetuk pintu hati saya, untuk bisa ikut merasakan penderitaan kaum muslim Rohingnya di Mtanmar yang terus bertahan. Walaupun penyampaiannya dengan menggunakan bahasa Indonesia, khutbah beliau tidak sedikitpun mengurangi kekhusukkan para jama’ah sholat jum’at di masjid desaku yang sudah terbiasa dengan khutbah dengan menggunakan bahasa jawa karma. Walaupun ada sedikit pergeseran tradisi khutbah di masjid desaku, namun satu hal yang menjadi catatan bahwa apapun boleh dilakukukan untuk pengembangan siar Islam, yang terpenting tidak melukai salah satu golongan maupun masyarakat secara luas.

Sepeti kata ibunda Sinta Nuriyah Wahid (Istri Alm. Gusdur), bahwa Kita tidak Butuh Islam yang ‘Marah’, namun Kita Butuh Islam yang ‘Ramah’.

            Bukan begitu saudara-saudara? Wallahu’ alam bis syowab’. (Ipud)

16 August 2012

Di balik Pemaknaan Ritual Mudik
Oleh : Saifudin*

Bulan ramadhan hampir memasuki penghujung waktu. Ramadhan segera berlalu dan hari raya Idul Fitri segera menghampiri. Dengan berbagai kegiatan dan tradisi, umat muslim bersuka ria menyambut datangnya hari kemenangan. Tak terkecuali bagi masyarakat yang merantau di kota orang ikut ambil bagian dalam penyambutan Idul Fitri. Tapi yang membedakan hanyalah tradisi Mudik para perantau menuju kampong halaman masing-masing.



  Mudik adalah kegiatan perantau/ pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua. Tradisi mudik hanya ada di Indonesia.

Berbagai usaha dan persiapan dilakukan sedemikian rupa oleh para perantau untuk melakukan kembali ke kampung halaman. Maklum saja, moment idul fitri adalah moment yang sangat pas untuk berkumpul dengan sanak saudara setelah sekian lama tidak bertemu.

Melihat fenomena mudik, memang sungguh fenomena yang sangat unik. Karena mudik hanya terjadi di Indonesia dan seolah-olah itu menjadi sebuah budaya tersendiri di kalangan para perantau. Memang tidak ada sebuah norma maupun hukum yang mengatur mudik sampai ke dalam sebuah aturan yang baku. Namun, masyarakat perantau menganggap bahwa mudik wajib dilakukan tiap tahunnya.

Hingga banyak masyarakat perantau melakukan berbagai macam usaha untuk bisa mudik ke kampong halaman. Kiranya mudik bukan hanya buat masyarakat muslim. Melainkan buat semua masyarakat non muslim juga kerapa memanfaatkan moment libur hari raya untuk mengunjungi keluarga di kampong halaman masing-masing.

Genggap gempita ritual mudik, telah menimbulkan berbagai macam peristiwa yang mewarnai ritual mudik itu sendiri. Mulai dari serba-serbi pemilihan angkutan menuju kampung halaman maisng-masing. Pernak-pernik oleh-oleh dari kota untuk dibawa ke kampong. Sampai peristiwa-peristiwa tragis yang dialami para pemudik di jalanan, baik jalan darat, laut maupun udara.

Kecelakaan yang paling banyak merenggut nyawa para pemudik, adalah perjalanan darat. Hal ini disebabkan oleh volume kendaraan yang memadati setiap jalan protokoler pulau jawa. Antusiasme para pemudik menjadi dalah satu penyebab padatnya jalanan. Selain karena padatnya volume kendaraan, tingkat konsentrasi para pengemudi, baik bis, truk, mobil pribadi sampai kendaraan bermotor juga menjadi salah satu penyebab kecelakaan di jalan darat.

Mudik sebagai salah satu kegiatan perantau menuju kampong halaman masing-masing perlu adanya reinterpretasi ulang makna mudik. Sehingga ritual mudik tidak disalah artikan. Namun, mudik akan berubah menjadi seluah ritual untuk menyambung ukhuwar silaturrahmi dengan masyarakat tempatnya berasal. Perlu juga adanya persiapan yang matang dalam berbagai hal. Pastinya hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak-dampak negative dari prosesi ritual mudik setiap tahunnya. Selain dari para pemudik, pemerintahpun ikut ambil bagian dalam penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung serta memperlancar kegiatan mudik setiap tahunnya.

Perlu adanya peningkatan pelayan public oleh pemerintah. Terutama dengan penyediaan mode transportasi alternative maupun pilihan dengan biaya yang terjangkau bagi para pemudik. Sehingga para pemudik tidak hanya terpaku dalam satu mode transportasi saja. Akan tetapi bisa memilih mode transportasi yang lain.






Harapan terkahir pastinya tidak adanya penumpukan pemudik di salah satu tempat pemberhentian angkutan. Tidak ada pemudik yang terlantar, lantaran tidak kegian tiket. Jika sudah terjadi hal yang demikian pemerintah harus sigap menanggapi setiap simpul-simpul kendala yang ada dalam pelaksanaan mudik. Jika, semua sudah bisa berjalan bersinergi dengan baik, antar komponen. Maka, ketertiban, keamanan dan kenyamanan dalam pelaksaan ritual mudik bukan sekedar lagi impian, tapi bisa menjadi kenyataan.

*pemerhati budaya dan anggota organisasi pergerakan mahasiswa IAIN Walisongo Semarang



12 August 2012

IAIN WALISONGO BERSIAP BERUBAH MENUJU UIN WALISONGO

Semarang, 12 Agustus 2012. Suasana terik matahari akhir-akhir ini mewarnai suasana kampus 3 IAIN Walisongo Semarang. Kampus 3 yang sejak dahulu terkenal dengan kerindangan pepohonannya, kini sudah agak sedikit berubah. Hal ini disebabakan oleh beberapa proyek persiapan pembangunan yang dicanangkan di kampus 3 IAIN Walisongo guna menyongsong perubahan status menjadi Universitas.

Walaupun suasana menjadi panas, hal ini tidak membuat mahasiswa dan juga civitas akademika IAIN Walisongo yang berada di kampus 3 menjadi geram. Namun, justru membuatnya bisa bernafas lega. Karena proses transformasi IAIN menjadi UIN sudah ditunggu sejak lama oleh masyarakat IAIN Waliosongo. Setidaknya ini bisa mengobati kekecewaan beberapa pihak yang sudah tak sabar menanti proses prubahan IAIN menjadi UIN.

Dahulu pernah berhembus kabar pada awal 2012 IAIN Walisongo akan segera berubah status menjadi UIN. Namun, hal itu belum terwujud karena ada beberapa kendala teknis dan juga administrasi. Dengan adanya tanda-tanda pembangunan gedung-gedung baru di lingkungan IAIN Walisongo bisa membuka semangat baru untuk menyongsong perubahan UIN.

Proses pembangunan gedung-gedung baru IAIN Walisongo guna menyongsong UIN sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2009. Hal ini ditandai dengan peresmian gedung baru IAIN Walisongo berupa Gedung Serbaguna yang berada di kampus 3 dan juga Gedung Q serta Gedung Laboratorium di Fakultas Tarbiya kampus 2. Ini bisa menjadi awal proses panjang yang akan dilalui IAIN Walisongo menuju UIN Walisongo.


Nuansa yang sama mungkin juga dirasakan warga kampus 3 IAIN Walisongo. Melihat beberapa kendaraan berat yang mulai memasuki kampus 3 seolah mengawali proses pembangunan gedung baru lagi di kampus 3. Tepat di belakang tempat parker Fakultas Dakwah, beberapa kendaraan berat sudah mulai beroperasi pada awal-awal ramadhan. Ditandai dengan penebangan beberapa pohon-pohon besar yang dahulu memenuhi kawasan kampus 3. Kemudian proses pemerataan tanah di belakang tempat parker deungan bukit yang ada di belakang tempat parker menjadi lahan yang cukup luas dan strategis untuk tempat berdirinya gedung baru.

Diprediksi, proses perataan tanah untuk calon tempat berdirinya gedung baru menghabiskan dana lebih dari 200 juta rupiah. Wajar saja melihat dari kondisi sebelumnya yang berupa gundukan tanah berbentuk bukit-bukit kecil menjadi tanah lapang yang cukup strategis. Dengan proses itu telah merubah kondisi kampus 3 IAIN Walisongo yang dahulu rindah kini sedikit panas, karena penebangan pohon untuk perataan tanah di belakang tempat parker Fakultas Dakwah.

Diperikirakaran pembangunan gedung baru menghabiskan waktu sekitar satu tahunan. Hal ini juga berkaitan erat dengan proses penuntasan administrasi guna proses tranformasi IAIN menjadi UIN. Menilik beberapa pengalaman IAIN yang lebih dahulu merubah status menjadi UIN, memang butuh waktu dan juga sayarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah sarana dan prasarana yang haru memenuhi kualifikasi tertentu.


Selain sarana dan prasarana yang harus dipenuhi. Seperti halnya penambahan Fakultas Eksakta/umum menjadi bagian dari Fakultas-fakultas yang dimiliki dalam struktur UIN nantinya. Rencananya IAIN Walisongo dalam waktu dekata telah mewacanakan, akan membuka beberapa Fakultas Umum, seperti Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Humaniora dan Fakultas Adab. Semoga saja niat suci warga IAIN Walisongo untuk segera bertransformasi menjadi UIN Walisongo segera bisa terealisasi. (Ipud)

11 August 2012

WASPADA !!! DEGRADASI MORAL MAHASISWA BARU
Oleh : Saifudin elf*

Kampus merupakan tempat berkumpulnya para pelajar di tingkat pendidikan tinggi. Status kampuspun berbeda dengan status tempat pendidikan lainnya seperti sekolah menengah maupun sekolah tingkat atas. Oleh sebab itu pelajar yang menuntut ilmu di senuah kampus pada jenjang pendidikan tinggi memiliki nama khusus yang biasa disebut Mahasiswa. Kata maha di sini sering disalah artikan oleh sebagaian oknum mahasiswa yang keblinger. Banyak mahasiswa yang salah persepsi mengenai kata mahasiswa itu sendiri. Bahkan seringkali banyak mahasiswa yang menggunakan predikatnya sebagai mahasiswa untuk melakukan tindakan-tindakan yang amoral.

Siapa lagi yang akan menghidup-hidupkan organisasi nahdliyin ?
Kalau bukan kita ?
Sebagai kaum intelektual, seharusnya mahasiswa bisa bersifat responsif. Menilik dari beberapa kejadia yang terjadi di kampus pergerakan saya IAIN Waliosngo Semarang sungguh sangat memprihatinkan. Masa-masa pengenalan dunia kampu kepada calon mahasiswa baru yang akan studi di kampu justru ternodai dengan adanya beberapa oknum mahasiswa baru yang diindikasikan telah terdoktrin paham-paham pemberontakan yang sungguh membahayakan.

Banyak  mahasiswa baru yang notabene berasal dari pedesaan, dengan latar belakang kehidupan yang tolerans, menghargai unggah-ungguh, saling menghormati kepada yang lebih tua. Mereka datang ke kampus IAIN Walisongo untuk menuntut ilmu. Namun, moment masuknya mahasiswa baru ke dalam dunia kampus, justru disalahgunakan oleh oknum kelompok mahasiswa yang tidak bertanggung jawab, untuk memberikan doktrin-doktrin yang sungguh di luar batas kehidupan masyarakat pedesaan yang menjungjung tinggi unggah-ungguh.

Mahasiswa baru yang belum mengerti apa-apa tentang kehidupan kampus, otomatis ketika ada proses doktrinisasi yang dilakukukan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab berubah 180 derajat dari sbeleumnya. Banyak doktri-doktrin yang diberikan oleh oknum kelompok mahasiswa kepada para mahasiswa baru. Sebagai contoh adalah doktrin tentang “adanya pembodohan dalam kegiatan oirentasi akademik dalam kampus”, “adanya perpeloncoan senior terhadap junior”. Dan yang lebih parahnya lagie adalah adanya tekanan kepada mahasiswa baru untuk melawan para pejabat kampus serta panitia pelaksana orientasi. Dengan memekikkan suara lantang, “bahwa mereka melawan karena adanya pembodohan”.

Ironis memang, doktrinasi yang dilakukan oleh oknum kelompok organisasi mahasiswa tersebut. Para mahasiswa baru yang sebelum masuk ke kampus adalah anak baik-baik yang berasal dari pedesaan, yang sangat menjunjung tinggi unggah-ungguh, serta memiliki rasa penghormatan yang tinggi kepada orang yang lenih tua. Kini justru menjadi kaum pedesaan yang sudah tidak mengedepankan etika, unggah-ungguh, rasa hormat. Hanya gara-gara ulah sekelompok mahasiswa yang tidak bertanggung jawab.

Sungguh tidak realistis alasan yang diberikan oknum kelompok mahasiswa yang tidak bertanggung tersebut. Jika ditelisik lebih menjauh ada misi besar yang diusung kelompok tersebut. Sepertinya terlalu memaksakan diri untuk mengubah iklim kampus yang moderat, menjunjung nilai tri etika kampus, serta berfaham ahlussunah wal-jama’ah menjadi iklim kampus yang serba rasional, tidak mempedulikan lagi etika serta unggah-ungguh.

Sekedar masukan buat mahasiswa baru IAIN Walisongo. Bahwa kita sebagai manusia, alangkah lebih baiknya jika kita menghargai darimana kita berasala. Budaya apa yang telah memebesarkan kita, bukankah budaya ketimuran yang telah membesarkan kita? Lantas, mengapa kita sekarang menjadi manusia pembangkang? Kaum nahdliyin diajarkan untuk takdhim kepada guru ataupu kepada yang lebih tua. Sikap toleransi dan saling menghormati mutlak sangat diperlukan untuk kehidupan bermasyarakat. Ingat kawan, kita tidak hidup di hutan.

Terakhir, jika kita memang lahir dan besar di lingkungan Nahdliyin, mengapa kita tidak mau untuk menghidup-hidupkan tradisi nahdliyin? Lalu, sudah sebesar apakah pengorbanan yang kita lakukan untuk kemajuan nahdliyin? Sebagai kaum intelektual mahasiswa, kita harusnya bisa mengembangkan organisasi-organisasi yang memang itu jelas-jelas adalah organisasi nahdliyin, buat apa kita mengembangkan organisasi di luar nahdliyin, jika ternyata organisasi nahdliyin butuh tenaga kita untuk maju. Kembalilah ke fitrah kita kawan-kawan sebagai GENERASI NAHDLIYIN yang saling menghargai, menghormati yang menjunjung tinggi tradisi ulama’ salaf.

*Pemerhati Organisasi Nahdliyin IAIN Walisongo Semarang









.






































































Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram