12 July 2013

BATASKU
Oleh; Saifudin elf

“Ayo semangat dek, keterbatasanmu bukan menjadi alasan untukmu menjadi lemah ” kata yang terakhir kali aku dengar sebelum kematiannya. Rudi memang salah seorang seniorku yang pernah aku idolakan saat aku menjadi mahasiswa baru. Dengan perawakan yang tinggi tegap. Paras wajahnya pun juga sedikit bercahaya, ketimbang beberapa seniorku yang lainya.

Hingar-bingar kehidupan kampus sebuah perguruan tinggi nampak sekali mengerikan dalam fikiranku. Entah apa yang membuat seperti ini? Tapi itulah diriku yang selalu merasa asing dan takut saat memasuki dunia baru.

“Kamu masuk PTAI (perguruan tinggi agama Islam) yang ada di semarang saja ya nak”, Ucap ibuku kepada diriku di suatu sore.
“Tapi, aku tidak ada minat di PTAI. Apalagi di Semarang, aku ingin sekali kuliah di Surakarta buk”, jawabku dengan penuh pengharapan.
“Iya nak, ibu faham. Kamu memang boleh punya keinginan. Tapi kamu juga harus ingat, ibumu ini siapa nak? Pekerjaannya apa nak?”, sahut ibuku berikutnya.

Sejak perbincanganku dengan ibuku di sore itu. Kulalui hari-hariku dengan selalu merenung. Merenung untuk mencari sebuah jalan keluar. Hingga akhirnya aku pun bisa menerima keinginan ibuku. Walaupun itu berat, tapi itu sudah menjadi sebuah keputusan.

Suara bising kendaraan bermotor menyapaku di pagi itu. Pagi dimana aku akan memulai langkah yang menurutku besar. Yah, tentu saja karena hari itu, hari dimana diriku akan melakukan pendaftaran ke salah satu PTAI di Kota Semarang.

Udara pagi di kampung halamanku, di sudut Kota Kendal masih terasa sangat segar saat aku keluar dari rumah Ibuku. Setelah sebelumnya kusempatkan untuk menghubungi salah seorang kawanku yang juga sama-sama akan mendaftar di salah satu PTAIN di Kota Semarang.

“Ketemuan dimana bro?”, tulisku melalui pesan singkat SMS (Short Message System)
“Ketemu di Alun-alun kota saja”, balas Umar, temanku waktu di bangku SMA.

Kususuri jalanan yang cukup panjang, untukku bisa sampai di alun-alun kota. Benar saja, si Umar ternyata sudah stand by di alun-alun kota. Wajar saja, mengingat rumah Umar yang tidak jauh dari alun-alun kota. Kutemui Umar yang nampak sudah lama menunggu kehadianku.

“Gimana Mar, yakin daftar di PTAI Semarang”, tanyaku pada Umar.
“Iya Ud, aku sudah yakin. Mungkin ini sudah menjadi jalanku Ud”, jawabnya mantap.

Mendengar jawaban Umar, aku pun hanya bisa tertegun. Kenapa Umar bisa seyakin itu mendaftarkan diri di PTAI Semarang. Rasa iri pun menggeliat di dalam diriku. Aku yang belum bisa menerima keputusan ini, berbanding terbalik dengan Umar yang telah menyakini bahwa ini adalah jalannya.

Dalam perjalanan dari alun-alun kota menuju lokasi PTAI Semarang, hanya baying-bayang kata-kata Umar tadi yang selalu berputar-putar dalam fikiranku. Hingga tanpa sadar ternyata tubuhku sudah berada di depan gedung pendaftaran PTAIN Semarang.

“Selamat datang dek di kampus hijau”, ujar salah seorang mahasiswa senior yang nampak begitu ramah, menghampiri diriku yang terlihat kebingungan.
“Iya mbak terimakasih”, ujarku singkat.
“Namanya siapa dek ?”, tanyanya mencoba akrab.
“Namaku Mahmud mbak”, jawabku keheranan.
“Oh iya dek, kakak namanya Santi mahasiswa semester 3 Pendidikan Kimia”, ucapnya memperkenalkan diri.

Senyum manis, nampak dalam raut perempuan yang sudah berstatus mahasiswa di PTAI Semarang. Kesan pertama yang menurutku, kesan yang cukup menarik. Bayang-bayang akan kejamnya Perguruan Tinggi, sedikit terkikis dengan perjumpaanku pada perempuan itu.

Aku dan Umar setibanya di gedung pendaftaran, segera melakukan registrasi awal dengan menyerahkan beberapa uang rupiah pecahan seratus ribu dan lima puluh ribu. Kudapatkanlah formulir pendaftaran begitu uang sudah diterima bagian registrasi. Kota-kotak serta kolom-kolom yang tertera di formulir pendaftaran tersebut sedikit meembingunkan diriku. Sontak perempuan yang mengaku bernama Santi yang sempat menyapaku di awal kedatanganku, bersedia untuk menuntunku diriku mengisi setiap isian yang ada dalam formulir tersebut.

“Sudah selesaikah formulir itu kamu isi mar?”, tanyaku kepada Umar.
“Sebentar lagi selesai Ud. Kamu memilih program studi apa saja Ud”, lanjut Umar
“Aku mengambil prodi Ilmu Komunikasi Islam dan Pendidikan Biologi”, jawabku singkat.
“Kalau aku ngambil Ekonomi Islam dan Pendidikan Bahasa Arab”, sahut Umar sambil menunjukkan formulir pendaftarannya.
Aisshh, mau jadi Pak Yai ya mar”, ledekku pada Umar disertai dengan tawa menggelegar.

Bayang-bayang prosesi awal pendaftaran kuliah masih saja teringat dalam benakku hingga tiba akhirnya pengumuman kelulusan seleksi penerimaan mahasiswa baru. Ku lihat secara seksama setiap nomor pendaftaran yang terpampang di papan pengumuman kampus PTAI Semarang. Kulihat di semua fakultas dan semua program studi, hingga kutemukan nomor pendaftaranku tertera di barisan calon mahasiswa baru pada program studi Ilmu Komunikasi Islam.

Melihat papan pengumuman tersebut, aku hanya bisa tertegun. “What, it is my Way ?” serasa belum mampu untuk menerima kenyataan seperti ini. Kutinggalkan lokasi kampus dengan kepela tertunduk lesu. Mencoba meratapi apa yang baru saja aku terima. Yah, kenyataan diterima di PTAI Semarang.

Gerbang Baru,
“Ayo adek-adek baris yang rapi ya, sesuaikan barisan dengan kelompok masing-masing”. Instruksi salah seorang panitia Orientasi Mahasiswa Baru.
“Ya Tuhan, kutakan hamba memasuki dunia baru ini, memasuki gerbang baru ini dengan keterbatasanku, dengan kecacatan tubuhku ini Tuhan”. Gumamku meminta kepada Tuhan.
“Mas’ud, kamu masuk kelompok 12 Fatimah Mernissi yah”. Ucap salah seorang panitia yang belum ku kenal namanya.
Perlahan-lahan, semua mahasiswa baru memasuki Aula PTAI yang nampak begitu besar dan luas. Terlihat beberapa panitia di depan pintu masuk dengan wajah yang sedikit songkak. Aku bersama 1.200 mahasiswa baru yang lainnya kini telah berada di dalam aula. Suasana Ramadhan waktu itu tidak menyurutkan semangatku untuk memulai proses awal di kehidupan kampus.
Dengan seksama ku dengarkan semua materi serta penjelasan dalam rangka kegiatan Orientasi Mahasiswa baru. Mengenakan baju kemeja berwarna putih polos, celana panjang warna hitam, dasi hitam serta sepatu hitam. Itulah diriku bersama mahasiswa baru lainnya sebagai tanda peserta orientasi mahasiswa baru.
Di tengah keramaian serta hiruk pikuk kegiatan orientasi mahasiswa baru, aku hanya dapat tertegun emncoba untuk terus tegar. Apakah nantinya aku mampu mebaur dengan mereka, yang lebih sempurna daripada aku. Hingga tibalah saatnya diriku mengikuti prosesi orientasi di tingkatan Fakultas. Kali ini, hanya bersama 190 mahaiswa baru lainnya yang satu fakultas denganku. Maklum saja, Fakultas yang kuambil memang bukan Fakultas unggulan, yang sangat minim peminat.
“Ayo dek cepat, kamu masuk kelompok 8”. Ucap mbak Mega, seniorklu sekaligus penanggungjawab kelompokku.
“Iya mbak”. Jawabku singkat.
“Kamu tidak usah minder seperti itu dek, santai saja. Toh, kita semua juga pernah mengalami proses sepertimu”, kata mbak Mega kepadaku.
Di tengah-tengah perbincanganku dengan mbak Mega, ada instruksi dari panitia orientasi mahasiswa baru tingkat fakultas.
“Setiap kelompok silahkan membuat yel-yel masing-masing, jangan lupa lusa, teman-teman harus susah hafal dengan yel-yel kelompok masing-masing. Mengerti?” Ucap kak Rudi di depan podium.
“Mengerti kak”, jawab kami serentak.
Namun, keserentakan jawaban kami tidak berlaku dalam benakku. Bayang-bayang sakit hati yang pernah kualami waktu SMP dulu, masih menyisakan sakit yang mendalam. Tak pelak, aku pun hanya dapat terdiam dalam setiap kali ada perkumpulan kelompok, perkumpulan jurusan, yang jika aku lihat teman-temanku terlihat begitu berbeda dengan diriku.
“Dek, kamu kenapa?” Tanya kak Rudi pada diriku.
“Tidak apa-apa kak”, jawabku singkat.
“Kok, kamu diam saja. Terus kamu juga jarang terlihat kumpul dengan teman-teman satu kelompokmu terus juga jarang ngumpul dengan teman satu jurusanmu”, Tanya kak Rudi lagi kepadaku.
Belum sempat ku jawab pertanyaan kak Rudi. Kak Rudi sudah memberondong lagi beberapa pertanyaan kepadaku.
“Kalau ada apa-apa, ceritalah sama kakak. Kalau bisa bantu pasti kakak bantu”, lanjut kak Rudi.
Aku pun hanya terdiam.
“Dek, dek, kamu masih sadar kan”, kata kak Rudi.
“Iya kak, aku masih sadar”, aku terbangun dalam lamunaku.

Akhirnya aku pun menceritakan semuanya kepada kak Rudi. Dari awal sampai detik itu juga apa yang pernah kualami. Dengan wajah yang terlihat tegar kak Rudi hanya bisa tersenyum melihat diriku bercerita kepadanya.
“Ayo semangat dek, keterbatasanmu bukan menjadi alasan untukmu menjadi lemah ”, ucap kak Rudi setelah aku selesai bercerita kepadanya.
Kata-kata yang menjadi penyemangat dalam hidupku. Pertemuan serta percakapan itulah yang menjadi pertemuan dan percakapan terakhirku dengan kak Rudi. Karena 2 hari sejak moment itu kak Rudi terlibat dalam kecelakan maut di depan gerbang kampus, yang menyebabkan kak Rudi mengalami gegar otak dan akhirnya meninggal dunia.
Kabar kematian kak Rudi, sangat memilukan bagiku. Sosok yang sempat menjadi penerang jalanku, kini telah tiada. Sosok yang pernah memberikanku semangat untuk terus melangkah, kini hanya menyisakan kerinduanku kepadanya.
“Terima kasih kak Rudi, semoga Tuhan memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya”, pintaku kepada Tuhan.
Sejak saat itu, perlahan-lahan aku mulai bangkit dari keterpurukanku. Ku coba untuk terus menjalani proses yang begitu keras. Ku coba untuk menjalin komunikasi dengan teman-temanku. Hingga akhirnya aku bisa menjadi seperti sekarang ini.
“Keterbatasan bukan menjadi penghalang diriku, buakn menjadi alas an untuk menjadi lema”, kata-kata yang selalu kujadikan pemacu dalam setiap langkahku.
Selamat jalan kak Rudi, jasamu kepadaku tak akan kulupakan.
Semarang, 2 – 6 Juli 2013

Di ruang kenangan


2 comments:

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram