09 August 2016

ANALISIS SEMIOTIK
MENGUNGKAP MAKNA DIBALIK TANDA dan SIMBOL 
  

I.          PENDAHULUAN
Sebagai makhluk yang hidup di dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Apa yang perlu dipahami? Banyak hal salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama supaya tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat. Setiap orang memiliki interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik (the study of signs).
Masyarakat selalu bertanya apa yang dimaksud dengan tanda? Banyak tanda dalam kehidupan sehari-hari kita seperti tanda-tanda lalu lintas, tanda-tanda adanya suatu peristiwa atau tanda-tanda lainnya. Semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut sehingga masyarakat berasumsi bahwa semiotik hanya meliputi tanda-tanda visual (visual sign). Di samping itu sebenarnya masih banyak hal lain yang dapat kita jelaskan seperti tanda yang dapat berupa gambaran, lukisan dan foto sehingga tanda juga termasuk dalam seni dan fotografi. Atau tanda juga bisa mengacu pada kata-kata, bunyi-bunyi dan bahasa tubuh (body language). Untuk memahami semiotik lebih jauh ada baiknya kita membahas beberapa tokoh semiotik dan pemikiran-pemikirannya dalam semiotik.
II.       KATA DAN LOKALITAS PEMAKNAAN
Menurut Saussure (salah seorang ahli linguistik), bahasa terdiri atas sejumlah tanda yang terdapat dalam suatu jaringan sistem dan dapat disusun dalam sejumlah struktur. Setiap tanda dalam jaringan itu memiliki dua sisi yang tak terpisahkan seperti dua halaman pada selembar kertas. Saussure memberikan contoh kata arbor dalam bahasa Latin yang maknanya ‘pohon’. Kata ini adalah tanda yang terdiri atas dua segi yakni “arbor” dan konsep pohon. Signifiant “arbor” disebutnya sebagai citra akustik yang mempunyai relasi dengan konsep pohon (bukan pohon tertentu) yakni signifie. Tidak ada hubungan langsung dan alamiah antara penanda (signifier) dan petanda (signified). Hubungan ini disebut hubungan yang arbitrer. Hal yang mengabsahkan hubungan itu adalah mufakat (konvensi). a body of necessary conventions adopted by society to enable members of society to use their language faculty (sebuah tubuh dari konversi perlu yang diadopsi oleh masyarakat untuk memungkinkan anggota masyarakat untuk menggunakan pancaindera bahasa mereka).[1]
Oleh sebab itu bahasa sebagai sebuah sistem dapat dikatakan lahir dari kemufakatan (konvensi) di atas dasar yang tak beralasan (unreasonable) atau sewenang-wenang. Sebagai contoh, kata bunga yang keluar dari mulut seorang penutur bahasa Indonesia berkorespondensi dengan konsep tentang bunga dalam benak orang tersebut tidak menunjukkan adanya batas-batas (boundaries) yang jelas atau nyata antara penanda dan petanda, melainkan secara gamblang mendemonstrasikan kesewenang-wenangan itu karena bagi seorang penutur bahasa Inggris bunyi bunga itu tidak berarti apa-apa.
Petanda selalu akan lepas dari jangkauan dan konsekuensinya, makna pun tidak pernah dapat sepenuhnya ditangkap, karena ia berserakan seperti jigsaw puzzles disepanjang rantai penanda lain yang pernah hadir sebelumnya dan akan hadir sesudahnya, baik dalam tataran paradigmatik maupun sintagmatik. Ini dimung-kinkan karena operasi sebuah sistem bahasa menurut Saussure dilandasi oleh prinsip negative difference, yakni bahwa makna sebuah tanda tidak diperoleh melalui jawaban atas pertanyaan what is it, melainkan melalui penemuan akan what is not. Kucing adalah kucing karena ia bukan anjing atau bajing.[2]
III.    PEMBAHSAN SEMIOTIKA
Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial.[3] Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda.[4] Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Ahli sastra Teew mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih sistematis pada abad kedua puluh.[5]
Semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Semiotika adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif, hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Disamping itu, semiotika (semiotics) adalah salah satu dari ilmu yang oleh beberapa ahli atau pemikir dikaitkan dengan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan, sebuah teori dusta. Jadi, ada asumsi terhadapteori dusta ini serta beberapa teori lainnya yang sejenis, yang dijadikan sebagai titik berangkat dari sebuah kecenderungan semiotika, yang kemudian disebut juga sebagai hipersemiotika (hyper-semiotics). Umberto Eco yang menulis tentang teori semiotika ini mengatakan bahwa semiotika “...pada prinsipnya adalah seebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie).” [6]
IV.    TANDA SEBAGAI OBJEK KAJIAN SEMIOTIKA
Kajian mengenai semiotika tersebut dapat dikaji melalui berbagai macam pendekatan, antara lain melalui pendekatan teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce, dimana dia menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda.
Tanda dalam kehidupan manusia terdiri dari berbagai macam, antara lain tanda gerak atau isyarat, tanda verbal yang berbentuk ucapan kata, maupun tanda non-verbal yang dapat berupa bahasa tubuh. Tanda isyarat dapat berupa lambaian tangan, dimana hal tersebut bisa diartikan memanggil, atau anggukan kepala dapat diterjemahkan setuju. Tanda bunyi, seperti klakson motor, genderang, tiupan peluit, terompet, suara manusia, dering telepon. Tanda verbal dapat diimplementasikan melalui huruf dan angka. Selain itu dapat pula berupa tanda gambar berbentuk rambu lalulintas, dan sebagainya.
Bila dikaji melalui pendekatan semiotika dengan menggunakan teori Pierce, maka tanda-tanda dalam gambar dapat terlihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, antara lain : ikon, indeks dan simbol.
1)      Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto SBY sebagai Presiden NKRI adalah ikon dari Susilo Bambang Yudhoyono. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam sebuah bentuk peta. Sidik jari Hanung adalah ikon dari ibu jari Hanung sendiri.
2)      Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya. Atau disebut juga tanda sebagai bukti. Misalnya : sap dan api, asap menunjukkan adanya api. Jejak telapak kaki kuda di tanah merupakan tanda indeks hewan bernama kuda yang telah melewati jalan itu. Tanda tangan Hanung adalah sebuah brntuk tanda indeks dari keberadaan Hanung sebagai sosok manusia yang menorehkan tanda tangan tersebut.
3)      Simbol adalah tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama yang bersifat universal. Misalnya : marka jalan tulisan “S” dicoret dengan gari warna merah, menunjukkan simbol dilarang berhenti.[7]
Dari sumber yang lain, Zoest memberikan lima ciri dari tanda, yang menyebabkan tanda itu bisa dikatakan sebagai sebuah tanda, yaitu:
1)      Pertama, tanda harus dapat diamati agar dapat berfungsi sebagai tanda. Sebagai contoh  Zoest menggambarkan bahwa di pantai ada orang-orang duduk dalam kubangan pasir, di sekitar kubangan di buat semacam dinding pengaman (lekuk) dari pasir dan pada dinding itu diletakkan kerang-kerang yang sedemikia n rupa sehingga membentuk kata ‘Duisburg’ maka kita mengambil kesimpulan bahwa di sana duduk orang-orang Jerman dari Duisburg. Kita bisa sampai pada kesimpulan itu, karena kita tahu bahwa kata tersebut menandakan sebuah kota di Republik Bond. Kita mengangg ap dan menginterpretasikannya sebagai tanda.
2)      Kedua, tanda harus ‘bisa ditangkap’ merupakan syarat mutlak. Kata Duisburg dapat ditangkap, tidak penting apakah tanda itu diwujudkan dengan pasir, kerang atau ditulis di bendera kecil atau kita dengar dari or ang lain.
3)      Ketiga, merujuk pada sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak hadir. Dalam hal ini Duisburg merujuk kesatu kota di Jerman. Kata Duisburg merupakan tanda karena ia ‘merujuk pada’, ‘menggantikan’, ‘mewakili‘ dan ‘menyajikan’.
4)      Keempat, tanda memiliki sifat representatif dan sifat ini mempunyai hubungan langsung dengan sifat inter-pretatif, karena pada kata Duisburg di kubangan itu bukannya hanya terlihat adanya pengacauan pada suatu kota di Jerman, tetapi juga penafsiran ‘di sana duduk-duduk orang Jerman’.
5)      Kelima, sesuatu hanya dapat merupa-kan tanda atas dasar satu dan lain. Peirce menyebutnya dengan ground (dasar, latar) dari tanda. Kita menganggap Duisburg sebagai sebuah tanda karena kita dapat membaca huruf-huruf itu, mengetahui bahwa sebagai suatu kesatuan huruf-huruf itu membentuk sebuah kata, bahwa kata itu merupakan sebuah nama yakni sebuah nama kota di Jerman. Dengan perkataan lain, tanda Duisburg merupakan bagian dari suatu keseluruhan peraturan, perjanjian dan kebiasaan yang dilembagakan yang disebut kode. Kode yang dimaksud dalam hal ini adalah kode bahasa. Walaupun demikian ada juga tanda yang bukan hanya atas dasar kode. Ada tanda jenis lain yang berdasarkan interpretasi individual dan insidental atau berdasarkan pengalaman pribadi.[8]
V.       PEMBAGIAN KODE
Beberapa contoh di atas merupakan sebuah pendekatan semiotika menggunakan pendekatan struktural, dimana hanya melihat tanda-tanda dalam satu sisi saja. Sedangkan untuk mengetahui kedalaman makna dari suatu tanda, diperlukan pendekatan pasca struktural untuk membedah lebih lanjut mengenai kode-kode yang tersembunyi dibalik berbagai macam tanda dalam sebuah wacana. Salah satu pendekatan pasca struktural guna menelaah lebih lanjut mengenai kode-kode yang tersirat dalam sebuah tampilan media adalah melalui pendekatan pasca struktural dari Ronald Barthes.
Ronal Barthes dalam bukunya S/Z mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan. Penjelasannya sebagai berikut :
1)      Kode Hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai pertanyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau denga kata lain, Kode Hermeneutik berhubungan denagn teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul? Bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain.
2)      Kode Semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain Kode Semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu kondisi maskulin, feminim, pertentangan, kesukuan, loyalitas.
3)      Kode Simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofrenia.
4)      Kode Narasi, atau Proairetik,yaitu kode yang mengandung unsur cerita, urutan, narasi atau antinarasi.
5)      Kode kebudayaan atau Kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni dan legenda.
Kode-kode yang terkandung dalam sebuah tampilan suatu desain tersebut mempunnyai pemaknaan yang lebih mendalam akan arti dari tanda visual, dimana berbagai macam aspek tersebut menjadi sebuah acuan dalam pembuatannya, baik aspek kebudayaan, semantik, dan yang lainnya. Sehingga dalam konteks semiotika, pendekatan untuk melihat pemaknaan akan sebuah tanda dalam sebuah desain komunikasi visual tidak hanya melihat melalui satu sisi saja (struktural), melainkan dengan tambahan menggunakan pendekatan pasca struktural guna melihat kode-kode tersembuny di balik sebuah tanda, sehingga dapat diperoleh sebuah pemaknaan yang menyeluruh akan sebuah tampilan desain komunikasi visual.[9]
VI.    MACAM-MACAM ANALISIS SEMIOTIK
Sampai saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004). Jenis-jenis semiotik ini antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.
1)      Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu.
2)      Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3)      Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memper hatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4)      Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
5)      Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6)      Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7)      Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
8)      Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat.
9)      Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasi kan melalui struktur bahasa.[10]
VII. KESIMPULAN
Semiotika merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif, hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan.
Tanda memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dengan ilmu semiotik, karena tanda menjadi objek yang menjadi bahan kajian dari semiotika, tanpa tanda ilmu semiotika tidak akan ada.
Pemaknaan terhadap suatu tanda terkadang hanya dilakukan dengan melihat secara visula saja atau secara kasat mata, dan jarang sekali dijumpai pemaknaan mendalam terhadap suatu tanda tertentu. Maka untuk mengetahui kedalaman makna dari suatu tanda, diperlukan pendekatan pasca struktural untuk membedah lebih lanjut mengenai kode-kode yang tersembunyi dibalik berbagai macam tanda dalam sebuah wacana. Biasanya dalam pendekatan pasca struktural dikenal beberapa kode, diantaranya : kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan.
Semiotik memiliki berberapa jenis, sesuai dengan pembahasan khusu dari masing-masing objek tanda, diantaranya :  Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memper hatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat. Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasi kan melalui struktur bahasa.




[1] F. Saussure, Course in General Linguistics, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988), hlm. 10.
[2] Manneke Budiman, Indonesia: Perang Tanda” dalam Indonesia: Tanda yang Retak, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2000), hlm. 30.
[3] Alex Sobur. Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 95.
[4] Aart Zoest, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993), hlm. 1
[5] A. Teew, Khasanah Sastra Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 6
[6] Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Yogyakarta: jalasutra, 2003, hlm 42-44
[7] Hanung, Analisis Semiotika Struktural dan Pascastruktural dalam Tampilan Iklan Cetak Lux Shower. Lihat : http://hanunk.cjb.net, diakses tanggal 12 desember 2011
[8] Op.Cit, Aart Zoest.
[9] Op.Cit. Hanung.
[10] Op.Cit, Alex Sobur.

0 comment:

Post a Comment

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram