15 June 2011


DAKWAH LINTAS BUDAYA DAN FENOMENA BUDAYA POPULER




oleh : Saifudin (Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fak. Dakwah IAIN Walisongo Semarang)

I.                   PENDAHULUAN
Perkembangan zaman yang begitu cepat, disertai dengan arus medernisasi yang semakin tidak dapat dibendung. Serta perubahan gaya hidup (life style) kebanyakan orang, dari gaya hidup tradisional menuju gaya hidup metropolitan membuat semua aspek kehidupan ikut serta dalam arusmodernisasi tersebut.
Islam sebagai agama yang digadangkan sebagai agama yang turut serta dalam perkembangan zaman tidak luput dari arus modernisasi tersebut. Dahulu Islam merupakan agama yang menghargai sebuahhasil kebudayaan masyarakat tradisional, kini ikut membaur dalam kebudayaan hasil penciptaan manusia untuk memenuhi kepuasan manusia tersebut.
Dakwah merupakan salah satu kegiatan yang muncul dari ajaran agama Islam. Dakwah merupakan sebuah gerakan islamisasi yang bertujuan untuk menyeru kepada ajaran Islam. Kegiatan dakwah kini dihadapkan pada problema tersendiri. Yaitu problema mengenai perpindahan arus kebudayaan dari folk culture menuju popular culture, membuat gerakan dakwah harus juga menyentuh dari kebudayann masyarakat kebanyakan tersebut. Lantas bagaimana bentuk perpaduan antara gerakan dakwah dengan fenomena budaya popular yang dapat dijadikan sebagai peluang dan ancaman dakwah. Serta bagaimana wujud kemasan gerakan dakwah yang dilakukan melalui media massa sebagai salah satu bentuk kebudayaan. Dalam makalah ini nantinya akan dijelaskan mengenai segala bentu permasalahan yang muncul akibat dari perpaduan gerakan dakwah dengan fenomena budaya popular.

II.             PEMBAHASAN
A.    Pemahaman Budaya Populer
Istilah budaya pop (popular culture) dalam bahasa spanyol dan portugis secara harfiah berarti kebudayaan dari rakyat (de lagente, del pueblo; da gente, do povo). Pop, dalam pengertian ini, tidak berarti tersebar luas, arus utama, dominan, atau secara komersial sukses. Dalam bahasa dan kebudayaan latin kata inilebih banyak mengacu pad aide bahwa kebudayaan berkembang dari kreativitas orang kebanyakan. Budaya pop berasal dari rakyat; budaya pop bukan diberikan kepada mereka. Dalam membuat budaya pop, menurut Fiske, merupakan sebuah perjuangan kelas. Bertentangan dengan kritik yang sering diajukan orang bahwa budaya pop tak lain dari eksploitasi komersial yang kapitalistik atau budaya massa, Fiske berpendaat bahwa budaya pop tercipta sebagai hasil perlawanan terhadap dan pengelakan dari kekuatan-kekuatan ideologis dan budaya dominan. Kesenangan-kesenangan pop pasti selalu perupakan kesenangan-kesenangan kaum tertindas, kesenangan-kesenangan itu pasti mengandung unsure-unsur oposisi, mengelak, skandal, menghina, vulgar dan menetang, kesenangan itu ditawarkan oleh konformitas ideologis sifatnya patuh dan hegemonis[1], dan itu jelas bukanlah kesenangan pop dan bertentangn dengannya.[2]
Kebudayaan pop adalah budaya masyarakat biasa.  Biasanya, budaya yang resmi atau 'tinggi' (misalnya kalau di Jawa, musik gamelan, wayang dan batik) dianggap sebagai budaya masyarakat.  Tetapi, walaupun budaya ini memang budaya masyarakat, budaya ini tidak bisa dinikmati oleh setiap orang dari orang kaya sampai orang miskin.  Ini untuk bermacam-macam alasan - misalnya pada masa lalu gamelan hanya dimainkan di dalam kraton.  Kebudayaan pop terdiri dari komoditi-komoditi dan pengalaman yang dapat diterima oleh semua masyarakat karena itu tidak memerlukan bahan-bahan yang mahal supaya bisa dinikmati.  Oleh karena itu budaya pop tidak dianggap sebagai budaya 'tinggi' tetapi masih dianggap bagian dari budaya.[3]
Dari pengertian di atas kemudian muncul beberapa konsep mengenai budaya popular. Perrtama, budaya pop dipahami sebagai sebuah kultur yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, serta semua hal yang disukai oleh rakyat. Namun istilah budaya popular sebagai budaya rakyat mempunnyai kesamaan dengan istlah fok culture.[4] Kebudayaan folk, merupakan sebuah budaya masyarakat atau rakyat umum yang berbeda dengan budaya masyarakat primitive. Kebudayaan folk menurut Redfield dianggap sebagai kebudayaan yang berada dalam masyrakat petani pada umumnya (yaitu peasant society), tetapi juga penduduk kota yang bersifat takyat umum, yaitu penduduk yang idak termasuk golongan elit yang bekedudukan tinggi.[5]
Fenomena budaya popular berhubungan erat dengan perilaku massa, perilaku massa merupakan sebuah perilaku massa tertentu yang dilakukan secara individual, yang tidak terorganisasi, tidak terstruktur dan tidak terkoordinasi. Namun budaya popular seolah-olah menjadi sebuah gaya dan mode. Gaya merupakan ragam tutur, dekoras atau perilaku yang tidak penting dan berjangka waktu pendek. Sedangkan mode (fashion) sama dengan gaya, tetapi mengalami perubahan lebih lambat dan bersifat tidak terlalu sepele, serta kemunculannya cenderung bersiklus (cyclical).[6]
Budaya popular merupakan budaya yang terikat dengan durabilitas (terikat dengan waktu tertentu), yang akan hilang seiring perjalanan waktu. Perbedaan yang mencolok antara budaya popular (popular culture) dengan budaya folk (folk culture), terletak pada akar kebudayaan tersebut serta asal-usul budaya tersebut. Budaya popular (popular culture) tidak berasal dari norma ataupu sitem kepercayaan masyarakat, akan tetapi itu merupakan sebuah gerakan inovasi serta pencarian alat pemuas diri. Budaya pop (popular culture) selalu mengikuti mode dan trend. Sedangkan budaya folk (folk culture) merupakan sebauah budaya yang mengakar kuata di masyarakat, baik esensi maupun praktiknya. Budaya folk (folk culture) berasal dari norma serta interaksi masyarakat yang berlangsung lama. Sehingga dapat pula dikatakan bahwa budaya pop (popular culture) adalah budaya rendahan (low culture), dan budaya folk (folk culture) adalah budaya tinggi (high culture).

B.     Fenomena Dakwah dan Budaya Populer
Islam sudah menjadi tren dalam rangkaian kehidupan bangsa kita,  berkat media dakwah yang menggunakan pendekatan populer. Apa yang diinginkan masyarakat, yang menarik minat kajian umat, dijadikan sarana dakwah. Dalam perkembangan berikutnya, wilayah dakwah meluas, bukan hanya di majlis ta’lim, masjid, mushalla dan pesantren. Akan tetapi sudah meluas melalui media massa.
Musik sekarang ada yang disebut musik islami, buku islami, alat komunikasi islami, busana islami dan seterusnya. Simbol keislaman yang tersebar dalam ruang-ruang historis mengisahkan bahwa Islam bisa hidup di manapun, dalam kondisi apapun dan sampai kapanpun.
Satu sisi, pendekatan dakwah Islam dengan tren budaya pop telah membuat Islam begitu nyata dirasakan sebagai agama yang rahmatan lil-alamin, tidak anti terhadap perkembangan zaman dan pertarungan hegemoni kuasa berbasis identitas. Budaya pop telah mengantarkan dakwah Islam menjadi ringan diterima oleh masyarakat. Pesan moral juga mudah tersampaikan secara massal. Dalam konteks global, budaya pop telah membuat identitas kultural keislaman justru tahan dari goncangan eksistensi. Islam semakin mengglobal, namun tetap teguh dalam tatanan nilai universal-kemanusiaan-keislaman.
Namun harapan itu ternyata belum berlanjut dalam kehidupan nyata secara signifikan. Dakwah dengan menggunakan budaya populer ternyata masih berhenti pada tutur kata dan wacana. Hal itu bisa dimaklumi mengingat sifat budaya pop lebih dominan pada penyikapan konsumtif dari hasrat keinginan sosial. Yang terlihat, dakwah Islam seakan hanya memenuhi pesanan ego dan ambisi sosial.
Ketika ada gejala bahwa musik bergenre dangdut laku di masyarakat, maka ramai-ramai para musisi membuat lagu dangdut bertema Islam. Begitupun, ketika terbitan buku dan novel berjenis religius diminati pasar, maka novel yang sama juga akan terbit beriringan. Dakwah dengan budaya pop menuruti pasar, memuaskan euforia fenomena terakhir. Tidak ada konsistensi selama kehadiran budaya masyarakat tidak bergeser pada genre dan sensasi kebudayaan lain yang lebih mutakhir. [7]
Dalam rangka mensinergikan gerakan dakwah dengan fenomena tentunya membutuhkan sebuah alat yang dapat digunakan dengan tujuan untuk menciptakan sebuah peluang dari sebuah fenomena. Menilik dari sejarah kemunculan fenomena budaya popular, salah satu alat yang efektif untuk digunakan adalah pendekatan dialog kutural. Karena sebagian besar bentuk-bentuk budaya popular lahir bertujuan untuk memenuhi kepuasan masyarakat. Pendekatandialog cultural disebut juga sebagai mazhab yang menekankan pada isu-isu internasionalisme dan humanism. Pendekatan ini berakar dari konsep yang mengatakan bahwa sains merupakan alat praktis yang perlu digunakan manusia. Komunikasi antar budaya lebih menekankan pada bagaimana mengorganisasi masyarakat manusia demi kepuasan sesama. [8]

C.    Kemasan Dakwah Melalui Media Massa
Kemajuan dalam teknologi komunikasi massa telah terjadi selama dasawarsa terakhir ini yang menjanjikan perubahan bentuk dan kekuatanedia massa. Efek-efek sosial yang ditimbulkan oleh teknoligi baru, sebagaimana pada teknologi lama, bercampur tak menentu: ada yang baik ada juga yang buruk, ada juga yang tak berarti apa-apa. Kerangka teori fungsional harus bisa membuat sebuah kewaspadaan terhadap beberapa kemungkinan dan harus saling melindungi mereka dari dugaan yang terlalu simpatik mengenai akibat-akibat fungsional dan disfungsional secara keseluruhan.[9]
Media massa adalah sebuah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Ini adalah paradigm utama media massa. Media massa memilki beberapa peranan diantaranya: Pertama, media edukasi. Kedua, media informasi. Ketiga, media hiburan.[10] Perkembangan media massa yang begiru pesat ada saat sekarang. Telah membuat sebuah spekulasi besar terkait dengan perkembangannya di masa mendatang. Para ahli komunikasi telah merencanakan membuat sebuat rencana besar terkait dengan teknologi telematika yang berkedok mempu melemparkan beban sosial kemasyarakatan.[11]
Perkembangan teknologi seperti di atas, dapat memberikan efek posotof dan efek negative. Sebagai kelompok missionaris Islam, tentunya harus bisa membaca situasi yang sedemikian rupa. Yaitu dengan memnfaatkan efek positive media massa. Salah satu yang dapat digunakan adalah televisi, media realita maya (virtual reality media). Sehingga dalam mengemas dawah melalui media massa akan jauh berbeda dengan kemasan dakwah bil-lisan, melalui media mimbar ataupun pengajian umum. Akan tetapi lebih dari itu mengandalkan kecerdasan dalam memanfaatkan media massa. Media massa menawarkan beberapa bentuk kemasan dakwah, seperti: visual, audio visual, tulisan maupun halaman website yang bergerak. Itulah gambaran bentuk-bentuk kemasan dawah melalui media massa.

D.    Dakwah dan Selebriti Dakwah
Fenomena muncunya musik islami, media komunikasi islami, busana islami maupun buku-buku islami. Membuat seolah-olah apa yang sekarang digandrungi oleh kebanyakan masyarakat (popular culture) menjadi sesuatu yang berbau Islam. Lantas, bagaimana konsekuensi yang diperoleh oleh masyarakat Islam terkait dengan gerakan dakwah Islam masa kini. Ya, iulah yang dinakaman selebriti dakwah.
Selebriti tidak hanya orang yang keluar masuk lokasi syuting, berita kehidupannya sering mncul di acara infotaiment selebriti. Akan tetapi seseorang yang telah masuk ke dalam komoditi pasar dalam industrialisasi media. Kedok keagamanpun tidak luput digunakan sebagai suplemen untuk terus menguasai pasar.
Ketika ditelisik ebih mendalam fenmena tersebut dapat dipelajari dengan pendekatan antropologi. Kebudayaan serta pandangan yang muncul di kalangan asyarakat secara luas. Etnografi atau participant observation. Ini dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan personal kepada individu yang terkait dengan fenomena tersebut. Sehingga apa yang dirasakan oleh anggota mayarakat bisa dipaham erdasarkan fenomena tersebut.[12]
Namun sekarang timbul permasalahan, yaitu kepopuleran seorang pelaku gerakan dakwah dapat disebut sebagai sesuatu yang menyenangkan, menggembirakan atau juga menghebohkan, akan tetapi didalam dunia dakwah justru mengganggu.
Sebagai contoh sebut saja kekhawatiran beralasan dari Khalifah Umar bin Khotab tentang popularitas dari sahabat Khalid bin Walid yang semakin hari semakin terkenal sebagai panglima dan pemimpin pasukan yang hebat di medan peperangan. Popularitas yang semakin kental dari pribadi seorang sahabat Khalid ini menyebabkan keresahan dihati Khalifah Umar hingga membuat khalifah memecatnya dari jabatan seorang panglima perang dan hanya menjadi seorang prajurit biasa, karena khawatir Khalid suatu saat akan dikultuskan para sahabat yang lain karena kehebatannya dimedan perang, seakan-akan Khalid lah yang menyebabkan kemenangan demi kemenangan dalam setiap pertempuran. Walaupun akhirnya keikhlasan Khalid lah yang menjawab kekhawatiran Khalifah dengan berlapang dada menerima pemecatan ini, melalui sebuah ungkapannya yang terkenal yang menunjukkan kebesaran hati dan keikhlasannya dalam berjuang “Saya berjuang bukanlah karena Umar ataupun Khalifah, namun karena Allah Swt”[13]
Fenomena yang sekarang mencuat adalah kemunculan istilah selebriti dakwah, yaitu sebuah pandangan masyarakat terhadap seorang da’i yang menjadi terkenal (public figure) yang semua itu akibat dari kegiatan dakwahnya. Biasnya hal ini terjadi karena penayangan seorang da’i tersebut di dalam televise. Dan secara otomatis menjadi tontonan banyak orang. Dan akhir-akhir inipun kehidupan para selebriti dakwah tersebut menjadi konsumsi public serta menjadi komoditi yang menjanjikan di kalangan para pewarta infotainment.

III.             KESIMPULAN
Kemunculan fenomena budaya popular, tanpa disadari telah menggeser budaya-budaya asli hasil dari peradapan generasi terdahulu. Kini budaya popular menjadi sesuatu yang sangant gigandrungi oleh kebanyakan masyarakat. Hal ini mempunnyai dampak positive dan dampak negativ. Persoalan yang ditimbulkan oleh kemunculan fenomena budaya popular dapa di tanggulangi ketika seseorang paham akan makna pemenuhan kepuasan pribadi. Budaya popular muncul sebgai akibat dari pencarian panjang masyarakat akan sebuah alat pemuas pribadi. Budaya popular yang digadang bisa menghapus garis antara si kaya dan si miskin. Dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Gerakan dakwah Islam masa kini, telah menemukan sebuah keserasian ajaran dengan kontekstual keadaan real dalam masyarakat. Kemunculan fenmena budaya popular, dapat dijadikan sebagai sebuah bukti bahwa Islam adalah agama universal, rahmatan lil ‘alamin agama bisa beradaptasi dengan perkembanagn zaman, ajaran-ajarannyapun dapat diterapkan dalam situasi dan kondisi zaman seperti apapun. Hal ini manjdi nilai plus tersendiri bagi para pelaku gerakan dakwah. Dengan memanfaatkan media ataupun komoditi budaa pouler, sang da’i mampu untuk masuk ke dalam semua lapisan masyarakat maupun komunitas budaya tertentu.
Diharapkan dengan kemunculan budaya popular, ajaran Islam bisa kebih diterima sebagai agama yang universal, rahmatan lil ‘alamin. Serta bisa diterapkan dalam zaman, situasi serta kondisi apapun. Kemunculan istilah selebriti dakwah juga membuat semua orang tercengang, karena seorang da’i yang dulu menjadi sosok yang begitu arif di kalangan kebanyakan umat Islam, akan tetapi sekarang justru malah menjadi bahan informasi acara infotainment di televisi dalam negeri yang menayangkan kehidupan pribadi, permasalahn pribadi yang sebenarnya itu adalah wilayah privat bukan menjadi wilayah public.
Perkembangan zaman memang menyebabkan semua hal yang dahulu dianggap abu menjadi sesuatu yang dianggap biasa. Menjdikan sesuatu yang dahulu terormat menjadi tidak terhormat. Serta membuat sesuatu yang dahulu tidak lazim menjadi sesuatu yang sekarang seolah-olah menjadi komoditi public, dan juga menjadi keseragaman di masyarakat luas.
Budaya popular menjanjikan sebuah budaya yang dapat diterima di kalangan masyarakat manapun, dan juga menjanjikan pemuasan kepada para pelaku kebudayaan ini. Namun semua tu terikat dengan durabilitas, yaitu sebuah budaya yang akan hilang dengan berjalannya waktu (terikat dengan waktu dan lokasi tertentu. Wallahu ‘alam.
IV.                PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, tentunya masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharap saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan pada pembuatan selanjutnya. Terima kasih atas segala kritik dan sarannya. Mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Badri, Muhammad Abdullah. 2011. Tren Lagu Dakwah Pop, dalam Majalah Manhaj edisi 2 volume 2. Lihat juga: http://abdallaoke.blogspot.com/2011/02/tren-lugu-dakwah-pop.html, di akses tanggal 13 Juni 2011
Bungin, Muhammad Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1999. Sociology, Sixth Edition, diterjemahkan oleh Aminuddin Ram, Sosiologi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Koentjoroningrat. 2007. Sejarah Teori Antopologi II. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Lukmantoto, Triyono. Bahasa Dan Budaya Populer, lihat dalam: http://www.suaramerdeka.com/harian/0311/04/khal.htm, diakses tanggal 06 Juni 2011
Lull, James. 1998. Media, Communication, Culture: A Globlal Aproach, diterjemahkan oleh A. Setiawan Abadi, Media, Komunikasi, Kebudayaan Suatu Pendekatan Globlal. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Liliweri, Alo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Raleigh, Elizabeth. Busana Muslim dan Kebudayaan Populer di Indonesia:Pengaruh dan Persepsi. (Malang:Universitas Muhammadiyah Malang, 2004), hlm. 10. Lihat juga dalam: http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=7&ved=0CEIQFjAG&url=http%3A%2F%2Fwww.acicis.murdoch.edu.au%2Fhi%2Ffield_topics%2Flizraleigh.doc&ei=i7b0TdPPPIKHrAehh6XhBg&usg=AFQjCNHhYRNrytrgdOQUG2vYDajqhuimhA,
Sairin, Sjafri. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia Perspektif Antropologi. Yogykarta: Pustaka Pelajar.
Tulabi, Selebriti Dakwah,  lihat: http://tulabi.blogspot.com/2007/07/selebriti-dakwah.html, diakses tanggal 13 Juni 2011
Wright, Charles Robert. 1986. Mass Cmmunication: A Socioloical Perspective Second Edition), diterjemahkan oleh Lilawati Trimo, Sosiologi Komunikasi Massa. Bandung: Remadja Karya.


[1] Hegemoni adalah kekuasaan atau dominasi yang dipegang oleh satu  kelompok social terhadap kelompok-kelompok social yang lain. Lihat: Jamess Lull............,hlm 22
[2]James Lull, Media, Communication, Culture: A Globlal Aproach, diterjemahkan oleh A. Setiawan Abadi, Media, Komunikasi, Kebudayaan Suatu Pendekatan Globlal. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hlm 85-86
[3] Elizabeth Raleigh, Busana Muslim dan Kebudayaan Populer di Indonesia:Pengaruh dan Persepsi, (Malang:Universitas Muhammadiyah Malang, 2004), hlm. 10. Lihat juga dalam: http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=7&ved=0CEIQFjAG&url=http%3A%2F%2Fwww.acicis.murdoch.edu.au%2Fhi%2Ffield_topics%2Flizraleigh.doc&ei=i7b0TdPPPIKHrAehh6XhBg&usg=AFQjCNHhYRNrytrgdOQUG2vYDajqhuimhA,
[4] Triyono Lukmantoto, Bahasa Dan Budaya Populer, lihat dalam: http://www.suaramerdeka.com/harian/0311/04/khal.htm, diakses tanggal 06 Juni 2011
[5] Koentjoroningrat, Sejarah Teori Antopologi II, (Jakarta: Universitas Indonesia Press.2007), hlm. 137
[6] Paul B Horton dan Chester L. Hunt, Sociology, Sixth Edition, diterjemahkan oleh Aminuddin Ram, Sosiologi, Edisi 2, (Jakarta: Erlangga. 1999), hlm. 184-186
[7] Muhammad Abdullah Badri, Tren Lagu Dakwah Pop, dalam Majalah Manhaj edisi 2 volume 2 tahun 2011, lihat juga: http://abdallaoke.blogspot.com/2011/02/tren-lugu-dakwah-pop.html, di akses tanggal 13 Juni 2011
[8] Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004), hlm 69
[9] Charles Robert Wright, Mass Cmmunication: A Socioloical Perspective Second Edition), diterjemahkan oleh Lilawati Trimo, Sosiologi Komunikasi Massa, (Bandung: Remadja Karya, 1986), hlm. 206-207
[10] Muhammad Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana. 2008), hlm. 85-86
[11] Ibid, hlm. 146.
[12] Sjafri Sairin, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia Perspektif Antropologi, (Yogykarta: Pustaka Pelajar. 2002), hlm. 28
[13] Tulabi, Selebriti Dakwah, lihat: http://tulabi.blogspot.com/2007/07/selebriti-dakwah.html, diakses tanggal 13 Juni 2011

0 comment:

Post a Comment

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram