01 June 2012


I.          TERJEMAH SURAT AL-FAJR AYAT 25-27
7Í´tBöqusù žw Ü>Éjyèムÿ¼çmt/#xtã Ótnr& ÇËÎÈ   Ÿwur ß,ÏOqムÿ¼çms%$rOur Ótnr& ÇËÏÈ   $pkçJ­ƒr'¯»tƒ ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ  
Artinya : Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya (25). Dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya (26). Hai jiwa yang tenang (27).” (Qs. Al-Fajr : 25-27)

II.       MUFRODAT
çms%$rO                : Pengikat atau pembelenggu menggunakan rantai pasungan.
p¨ZÍ´yJôÜßJø9$#       : Asal katanya Al-Ithmi’nan. Artinya tetap dan teguh.

III.    POKOK ISI KANDUNGAN SURAT AL-FAJR AYAT 25-27
Dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsier menerangkan bahwa pokok isi kandungan surat Al-Fajr ayat member pelajaran mengenai :
1.      Sisa orang kafir itu pasti.
2.      Kemewahan dan nikmat yang berlimpahan bukan tanda kemuliaan Allah kepada hamba. Dan sebaliknya kemiskinan bukan tanda kehinaan dari Allah.
3.      Suasana di hari kiamat.
4.      Orang-orang yang celaka akan ingin kembali ke dunia untuk bertaubat.
5.      Kemuliaan dan kehormatan yang dicapai oleh jiwa yang beriman dan diridhai Allah.[1]

IV.    ASBABUN NUZUL
Surat ini merupakan surat makiyyah yang diturunkan di kota mekah dan merupakan surat yang pendek. Surat ini bercerita tentang teguran Allah SWT. Kepada kaum tsamud, kaum iran dan kaum fir’aun. Mereka adalah kaum yang gemar membuat kerusakan di negeri mereka. Mereka lupa bahwa Allah swy. Senantiasa mengawasao perbuatan mereka. Karena peringatan-peringatan yang diberikan selalu diabaikan, maka Allah swt. Menghukum mereka dengan kesengsaraan. Itulah pelajaran yang dapat diambil oleh kita semua.
Pada awal surat, yaitu ayat 2 disebutkan “malam yang sepuluh”. Tak ada seorangpun mengetahui maksud dari sebutan “malam yang sepuluh” ini karena memang hanya Allah yang mengetahui maksudnya.
Pada ayat yang lain disebutkan bahwa manusia telah salah dalam menafisirkan maksud dari ujian yang diberikan Allah. Sebagaimana kesulitan adalah ujian, begitu pula dengan kesenangan yang diterima. Pada saat senang, manusia diuji untuk tetap mengingat Allah, misalnya dengan memelihara anak yatim dan member makan orang miskin. Tapi kebanyakan manusia melakukan hal yang sebaliknya, yaitu mencampurkan yang hak dan batil dengan cara memakan harta (warisan) mereka. Bagi mereka yang berbuat demikian, Allah berikan Jahanam di hari akhir.
Namun, bagi mereka senantiasa tunduk dan taat pada Alla, hari itu adalah hari yang menggembirakan. Karena Allah menyambut jiwa-jiwa mereka dengan panggilan yang lembut lagi penuh kasih saying. Kepada mereka dipersilahkan masuk ke dalam surge. Itylah jiwa-jiwa yang mendapat ridha Allat swt.
Allah swt. Berfirman “Hai jiwa yang tenang.” (al-fajr 27). Sebab turun ayat ini, ibnu abi hatim meriwayatkan dari Buraidah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Hamzah”
Dari Juwaibir dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas juga diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Pernah berkata, “siapa yang membeli sumur ruumat yang dengannya ia mendapatkan airnya yang tawar, Allah swt akan mengampuninya.”
Usman bin affan lantas membeli sumur umum (tempat semua orang mengambil air)?” usman menjawab, “ya” terhadap sikap usman ini, Allah Swt lalu menurunkan ayat, ”hai, jiwa yang tenang” (al-fajr 27).[2]

V.       SYARAH PENJELASAN
Pada ayat-ayat yang lau Allah menyanggah anggapan mereka yang menyatakan bahwa kekayaan merupakan lambing kemuliaan di sisi-Nya, dan bahwa kekafiran merupakan symbol kehinaan di sisi-Nya. Kemudian Allah mengecam perbuatan mereka yang berlebih-lebihan dalam mengumpulkan harta benda dan kekayaan materi. Pada ayat-ayat selanjutnya Allah menjelaskan kebohongan pengakuan mereka yang menyatakan bahwa mereka penuh dengan rasa kasih saying terhadap golongan mereka yang menyatakan bahwa mereka selalu ingat dan taat kepada Allah serta hati mereka penuh dengan rasa kasih saying terhadap golongan yang lemah. Namun sesungguhnya mereka cenderung mengumpulkan harta benda menuruti kemauan hawa nafsu. Mereka hanya ingat kepada-Nya ketika tiba hari kiamat yang agung, yaitu hari dimana mereka menyaksikan pemandangan yang amat mengerikan. Pada hari itu mereka tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan sedikitpun. Justru tampak di hadapan mereka apa yang bakal menimpa mereka berupa siksaan dan adzab. Tetapi kesadaran mereka sudah terlambat dan tidak bisa diperbaiki lafi. Sebab hari itu adalah masa pembalasan dan bukan masa pengamalan, kini tinggallah mereka menyesali perbuatannya yang telah lalu, dan mereka adalah orang-orang yang merugi. Sehingga mereka mengatakan :
ãAqà)tƒ ÓÍ_tGøŠn=»tƒ àMøB£s% ÎA$uptÎ: ÇËÍÈ  
Artinya : Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". (Qs. Al-Fajr : 24)

Mereka mengatakan demikian sebab tidak mampu menggambarkan betapa berat siksaan yang akan menimpa mereka dan betapa sulit menggambarkan kehinaan yang bakal mereka alami.
7Í´tBöqusù žw Ü>Éjyèムÿ¼çmt/#xtã Ótnr& ÇËÎÈ   Ÿwur ß,ÏOqムÿ¼çms%$rOur Ótnr& ÇËÏÈ  
Pada hari itu tidak seorang pun ditimpa penderitaan siksaan sebagaimana yang menimpa mereka yang lupa diri karena kekayaannya dan mengingkari nikmat Tuhan yang dilimpahkan kepadanya. Atau sebagaimana mereka yang ditimpa kekafiran, kemudian dengan sekehendak hati menimbulkan kerusakan di muka bumi Allah di belenggu seperti apa yang membelenggu mereka.
Dalam ayat ini jelas terkandung peringatan yang dalam bagi mereka yang hidup hatinya pada peka perasaannya.[3]
Ini adalah azab Tuhan, bukan Azab seorang makhluk bagaimanapun kuat rasanya. Ikatan belenggu Tuhan, yang tidak ada satu belenggupun dalam dunia ini yang akan dapat menandingi belenggu Tuhan itu.
Maka ngeri dan tafakkurlah kita memikirkan hari itu, hari yang benar dan termasuk dalam bagian terpenting dari iman kita, sesudah kita percaya kepada Allah. Dan terasalah pada kita bahwa tidak ada tempat berlindung dari murka Allah, melainkan kepada Allah juga kita berbuat.[4]
$pkçJ­ƒr'¯»tƒ ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ  
Wahai jiwa yang telah yakin kepada perkara hak dan tidak ada lagi perasaan syak. Engkau telah berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan syarsehingga tidak mudah terombang-ambingkan oleh nafsu syahwat dan berbagai keinginan.
Pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan perihal manusia yang yang diberikan kelapangan rizki dan watak-wataknya sehingga ketamakan menguasai dirinya dan cenderung mengejar kepuasan nafsu syahwatnya serta keinginan-keinginannya dan sehala tingkah lakunya lepas dari kendali pikiran sehat. Kemudian di ayat selanjutnya Allah menjelaskan balasan bagi orang yang mampu mengendalikan nafsunya sehingga mencapai derajat kesempurnaan. Untuk manusia yang bisa mengendalikan nafsunya, hatinya selalu dalam perasaan tentram dan tenang. Karena, ia selalu merasa bahwa setiap Perbuatannya dalam pengawasan Allah.  Manusia yang semacam ini ketika dalam kondisi yang serba kecukupan (kaya) ia tidak mengambil seluruh yang dinilikinya. Dan pada saat berada dalam kondisi yang fakir ia, selalu bersabar dan tidak menadahkan tangannya meminta pertolongan pada orang lain.[5]
Abdullah bin Mas’ud RA. Berkata: Rasulullah SAW, bersabda :
يؤتي بجهنم يومئذ لها سبعون الف زمام مع كل زمام سبعون الف ملك يجرونها

Artinya :  “Akan didatangkan jahanam pada hari kiamat dengan terkendali tujuh puluh ribu, tiap terkendali dipegang oleh tujuh puluh ribu Malaikat yang menariknya”. (HR. Muslim)

Muhammad bin Amrah nerkata : Andaikan ada seorang hamba yang sejak dilahirkan hingga mati ia selalu sujud taat kepada Allah. Pasti ia akan meremehkan kelakuannya itu di hari kiamat, dan ia masih ingin dikembalikan ke dunia untuk menambah pahala (dan beramal).
Ibnu abbas RA, ketika menerangkan ayat :
$pkçJ­ƒr'¯»tƒ ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuŠÅÊ#u Zp¨ŠÅÊó£D ÇËÑÈ  
Ia berkata : Ketika turun ayat ini sedang Abu Bakar duduk dan berkata : Ya Rasulullah alangkah baiknya orang yang mendapat usapan itu. Maka Nabi SAW bersabda : Ingatlah kata itu akan dikatakan kepadamu.
Abu Umamah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada seorang : Bacalah :
اللهم اني اسألك نفسا بك مطمئنة تٶمن بلقائك وترظى بقضا وتقنع بعطا ئك

Artinya : “Ya Allah saya minta kepadamu jiwa (hati) yang selalu tenteram kepada-Mu. Percaya akan berhadapan kepada-Mu, dan rela dengan putusan-Mu, dan menerima (terima/qana’ah) segala pemberian-Mu”. (R. Ibn Asaakir).[6]

Al-Qur’an sendiri menyebutkan tingkatan yang ditempuh oleh nafsu atau diri manusia. Pertama Nafsul Ammarah, yang selalu mendorong akan berbuat sesuatu di luar pertimbangan akal yang tenang. Maka keraplah manusia terjerumus ke dalam lembah kesesatan karena nafsul-ammarah ini. (Lihat Surat 12, Yusuf; ayat 53) :
* !$tBur äÌht/é& ûÓŤøÿtR 4 ¨bÎ) }§øÿ¨Z9$# 8ou$¨BV{ Ïäþq¡9$$Î/ žwÎ) $tB zOÏmu þÎn1u 4 ¨bÎ) În1u Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÎÌÈ  
Artinya :Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (Qs. Yusuf : 53))


Bilamana langkah telah terdorong, tibalah penyesalan diri atas diri. Itulah yang dinamai Nafsul-Lawwamah. Itulah yang dalam bahasa kita sehari-hari dinamai “tekanan batin”, atau merasa berdosa. Nafsul-Lawwamah ini dijadikan sumpah kedua oleh Allah, sesudah sumpah pertama tentang ihwal hari kiamat. (Surat 75, Al-Qiyamah ayat 2).
Iwur ãNÅ¡ø%é& ħøÿ¨Z9$$Î/ ÏptB#§q¯=9$# ÇËÈ  
Artinya : “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).” (Qs. Al-Qiyamah : 2)

Demikian pentingnya, sampai dijadikan sumpah. Karena bila kita telah sampai kepada Nafsul-Lawwamah, artinya kita telah tiba dipersimpangan jalan; atau akan menjadi orang yang baik, pengalaman mengajar diri, atau menjadi orang celaka, karena sesal yang tumbuh tidak dijadikan pengajaran, lalu timbul sikap yang dinamai “keterlanjuran”.
Karena pengalaman dari dua tingkat nafsu itu, kita dapat naik mencapai “An-Nafsul-Muthmainnah”, yakni jiwa yang telah mencapai tenang dan tenteram. Jiwa yang telah digembleng oleh pengalaman dan penderitaan. Jiwa yang telah melalui berbagai jalan berliku, sehingga tidak mengeluh lagi ketika mendaki, karena di balik pendakian pasti ada penurunan. Dan tidak gembira melonjak lagi ketika menurun, karena sudah tahu pasti bahwa dibalik penurunan akan bertemu lagi pendakian. Itulah jiwa yang telah mencapai Iman! Karena telah matang oleh berbagai percobaan.
Jiwa inilah yang mempunyai dua sayap. Sayap pertama adalah syukur ketika mendapat kekayaan, bukan mendabik dada. Dan sabar ketika rezeki hanya sekedar lepas makan, bukan mengeluh. Yang keduanya telah tersebut dalam ayat 15 dan 16 tadi.
Jiwa inilah yang tenang menerima segala khabar gembira (basyiran) ataupun khabar yang menakutkan (nadziran).
Jiwa inilah yang diseru oleh ayat ini:
“Wahai jiwa yang telah mencapai ketentraman.” (ayat 27). Yang telah menyerah penuh dan tawakkal kepada Tuhannya: Telah tenang, karena telah mencapai yakin: terhadap Tuhan.
Berkata Ibnu ‘Atha’: “Yaitu jiwa yang telah mencapai ma’rifat sehingga tak sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.” Tuhan itu senantiasa ada dalam ingatannya, sebagai tersebut dalam ayat 38 dari Surat 13, Ar-Ra’ad.
Berkata Hasan Al-Bishri tentang muthmainnah ini: “Apabila Tuhan Allah berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, tenteramlah jiwanya terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya.”

Berkata sahabat Rasulullah SAW ‘Amr bin Al-‘Ash (Hadis mauquf): “Apabila seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Tuhan kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari dalam syurga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya: “Keluarlah, wahai jiwa yang telah mencapai keternteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah. Keluarlah kepada Roh dan Raihan. Tuhan senang kepadamu, Tuhan tidak marah kepadamu.” Maka keluarlah Roh itu, lebih harum dari kasturi.”[7]

VI.     PELAJARAN UNTUK DAKWAH MASA KINI
Dari hasil penafsiran surat Al-Fajr ayat 25-27 dapat diambil hikmah, bahwa Allah tidak menjadikan harta benda sebagai tanda kemuliaan yang berikan kepada manusia, dan Allah tidak menjadikan kemiskinan sebagai tanda kehinaan terhadap manusia. Karena yang menjadi tolak ukur derajat manusia adalah bagaimana sikap yang dilakukan manusia ketika dihadapkan pada kedua posisi yang berbeda tersebut. Apakah menggunakan harta yang dimiliki untuk hal-hal yang positif atau sebaliknya. Dan apakah berpaling ketika Allah menempatkan manusia pada posisi miskin (sulit). Antar manusia pasti berbeda hal yang dilakukan.
Sebagai calon seorang da’i hendaknya bersabar dalam kegiatan dakwah. Karena tidak setiap manusia bisa menerima ajaran Islam dalam sekali mendengar. Akan tetapi butuh waktu dan juga butuh pengulangan materi dakwah, hingga materi dakwah yang diajarkan benar-benar sudah tertanam di hati manusia tersebut. Ketika seorang da’I bisa melewati masa-masa sulit. Allah menjanjikan akan memberikan kondisi ketenangn jiwa serta memberikan tempat yang mulia, bagi orang yang mampu bersabar dengan segala kondisi apapun.

VII.  KESIMPULAN
Pada hari itu tidak seorang pun ditimpa penderitaan siksaan sebagaimana yang menimpa mereka yang lupa diri karena kekayaannya dan mengingkari nikmat Tuhan yang dilimpahkan kepadanya. Atau sebagaimana mereka yang ditimpa kekafiran, kemudian dengan sekehendak hati menimbulkan kerusakan di muka bumi Allah di belenggu seperti apa yang membelenggu mereka. Dalam ayat di atas terkandung peringatan yang dalam bagi mereka yang hidup hatinya pada peka perasaannya
Ini adalah azab Tuhan, bukan Azab seorang makhluk bagaimanapun kuat rasanya. Ikatan belenggu Tuhan, yang tidak ada satu belenggupun dalam dunia ini yang akan dapat menandingi belenggu Tuhan itu.
Kemudian ayat selanjutnya, Al-Qur’an sendiri menyebutkan tingkatan yang ditempuh oleh nafsu atau diri manusia. Pertama Nafsul Ammarah, yang selalu mendorong akan berbuat sesuatu di luar pertimbangan akal yang tenang. Maka keraplah manusia terjerumus ke dalam lembah kesesatan karena nafsul-ammarah ini
Bilamana langkah telah terdorong, tibalah penyesalan diri atas diri. Itulah yang dinamai Nafsul-Lawwamah. Itulah yang dalam bahasa kita sehari-hari dinamai “tekanan batin”, atau merasa berdosa. Nafsul-Lawwamah ini dijadikan sumpah kedua oleh Allah, sesudah sumpah pertama tentang ihwal hari kiamat.
Karena pengalaman dari dua tingkat nafsu itu, kita dapat naik mencapai “An-Nafsul-Muthmainnah”, yakni jiwa yang telah mencapai tenang dan tenteram. Jiwa yang telah digembleng oleh pengalaman dan penderitaan. Jiwa yang telah melalui berbagai jalan berliku, sehingga tidak mengeluh lagi ketika mendaki, karena di balik pendakian pasti ada penurunan. Dan tidak gembira melonjak lagi ketika menurun, karena sudah tahu pasti bahwa dibalik penurunan akan bertemu lagi pendakian. Itulah jiwa yang telah mencapai Iman! Karena telah matang oleh berbagai percobaan.
Jiwa inilah yang mempunyai dua sayap. Sayap pertama adalah syukur ketika mendapat kekayaan, bukan mendabik dada. Maka beruntunglah bagi manusia yang dapa melewati tahapan nafsu tersebut, atau bahkan bisa langsung berada dalan nafsul muthmainnah. Dalam posisi ini manusia benar-benar yakin akan kuasa dan kehendak Allah.


DAFTAR PUSTAKA

Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy. 1991. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 9. Surabaya: Bina Ilmu.
Al-Maraghy, Ahmad Mushthafa. 1985. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 30. Semarang :  Penerbit Toha Putra.
Amrullah, Syaikh Abdulmalik Bin Abdulkarim. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz XXX. Surabaya : Pustaka Islam.
Tim Gema Insani. 2008. Juz Amma Untuk Anak. Jakarta: Gema Insani.


[1]  Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 9, (Surabaya: Bina Ilmu. 1991),
[2] Tim Gema Insani, Juz amma untuk anak, (Jakarta: Gema Insani, 2008), Hal 95.
[3] Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 30, (Semarang :  Penerbit Toha Putra, 1985), Hal 257
[4] Syaikh Abdulmalik Bin Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juz XXX, (Surabaya : Pustaka Islam, 1983), Hal 134
[5] Ibid,  Hal 254-259.
[6] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Op.Cit, Hal 64-65
[7] Syaikh Abdulmalik Bin Abdulkarim Amrullah, Op.Cit, Hal 135-136

0 comment:

Post a Comment

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram