19 January 2013



Batikku, Batikmu, Batik Kita Semua
Sebuah catatan; pengelaman membatik pertama kali
Oleh; Saifudin

Berbicara mengenai batik, pasti benak kita akan tergambar dengan motif-motif indahnya. Batik bagi kalangan masyarakat Indonesia adalah salah satu identitas bangsa. Walaupun kesadaran akan batik sebagai identitas dan budaya bangsa baru bangkit saat negara tentangga Indonesia yaitu Malaysia mencoba untuk meng-klaim batik sebagai budaya mereka.
Akan tetapi, nampaknya bangsa Indonesia bisa bernafas lega. Saat batik ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia pada 2 Oktober 2009. Pasca adanya pengakuan tersebut masyarakat Indonesia seperti tergiring oleh arus trendsetter baru dalam berbusana. Banyak mode-mode pakaian yang mengambil tema batik  Tak terkecuali instansi-instansi, baik pemerintahan maupun swasta yang menjadikan batik sebagai salah satu seragam dinasnya.
Bangsa Indonesia memang terkenal sebagai bangsa yang penuh kreasi seni. Dalam hal batik, Indonesia memiliki berbagai macam motif batik. Motif-motif batik tersebut menggambarkan cirri khas masing-masing daerah penghasil batik  Salah satu yang paling terkenal adalah batik-batik dari kota Pekalongan, Surakarta, Yogyakarta dan dari kota-kota yang lain.
Tapi, tahukah kita bagaimana proses pembuatan batik hingga menjadi batik yang biasa kita kenakan sehari-hari?
Pertanyaan yang menurut saya, sedikit menggelitik. Karena, jika melihat masyarakat saat ini yang sudah terjangkit budaya pragmatis hanya sedikit yang mau tau mengenai susah payahnya seorang seniman batik membuat satu motif batik. Selebihnya, lebih enjoy membeli busana motif batik secara langsung di toko, maupun belanja secara online pada situs-situs toko batik,  butik batik dan toko batik online. Ada juga yang hanya berbatik ria tanpa peduli akan proses pembuatan batik itu sendiri.
Hal yang saya rasakan saat pertama kali, menjalani proses membuat batik  Tak pernah ada dalam benakku sebelumnya. Bahwa tenyata Tuhan memberikanku kesempatan untuk merasakan bagaimana sudah payahnya para pembuat batik  Saya masih ingat saat saya pertama kali membuat batik  Tanggal 20 Nopember 2012, perasaan baru kemarin aku menjalani pengalaman unik tersebut. Kebetulan itu adalah kegiatan pelatihan membatik yang deselenggarakan oleh salah satu instansi pemerintah kota Semarang.
Saat itu, bagi saya kegiatan membatik adalah kegiatan yang sangat baru. Berbeda halnya dengan kegiatan lain-lainnya seperti menulis, bercerita, mendaki gunung, touring dan sebagainya yang sudah menjadi kebiasaanku. Perasaan yang ada di dalam hati saya waktu itu, “bisakah saya membatik?” jika memegang canting saja saya belum pernah. Tapi, ternyata semua dapat saya lalui saat di penghujung kegiatan diadakan praktek membatik yang sesungguhnya.
Setelah seharian berkutat dengan teori membatik, akhirnya pada jam 11.00 tiba saatnya saya untuk mempraktekkan teori membatik yang saya dapatkan dalam pelatihan tersebut. Berbekal canting,  kompor minyak, wajan kecil, kain putik, serta malam yang diberikan secara cuma-Cuma oleh pihak penyelenggara saya mencoba untuk menggoreskan sejarah baru dalam hidup saya dalam hal batik-membatik.
Rasa was-was menghampiri diri saya. Maklum saja, waktu itu dari 30 orang peserta pelatihan, hanya 6 orang saja yang laki-laki termasuk saya. Kalau saja pesertanya laki-laki semua mungkin tidak ada rasa canggung bagi saya. Akan tetapi, posisi saya saat itu menjadi perwakilan kaum laki-laki yang hanya berjumlah 6 orang untuk menyelesaikan proses batik membatik dari awal sampai akhir. Pengalaman yang bagi saya waow banget.
Dengan bantuan instruktur dari kelompok usaha batik Pasha Semarang, ku awali proses pertama dengan membuat pola batik.  Saat itu saya membuat pola angsa dan pola yang membetuk nama saya dalam tulisan arab. Dengan hati-hati kugoreskan pena saya di atas kain putih bersih. Sambil membuat pola, sudah terlebih dulu saya memanaskan wajah kecil di atas kompor minyak. Kemudia kumasukkan malam ke dalamnya.
Setelah pola selesai saya buat. Malam yang saya panaskan tadi, sudah meleleh menyerupai minyak goring yang panas. Ku beranikan diri untuk bertenya kepada instruktur. Karena teori yang saya dapatkan sulit bagi saya untuk mengaplikasikannya.
“Buk, ini penggunaan cantingnya bagaimana ya”
“Begini mas, saya contohkan. Jadi antara gagang canting, dengan ujung canting tidak boleh sejajar” terangnya dengan mempraktekkan cara memegang canting.
“Terus, kalau mengambil malam yang udah pas untuk kemudian dilukiskan di atas pola, bagaimana ya buk ?” tanyaku, menyambung.
“Mudah saja mas, sama halnya seperti saat kita mengambil kuah sayur dengan menggunakan centong. Akan tetapi yang membedakan adalah saat setelah mengambil malamnya. Karena setelah mengambil malam, posisi canting harus seperti yang saya praktekkan tadi” Jawabnya detail.
“Oh, iya buk. Terima kasih yah untuk bimbingannya”
“Sama-sama mas, yang terpenting dalam proses membatik adalah sabar dan teliti mas” katanya bijak.
“Iya buk”
Setelah mendapatkan sedikit pencerahan dari ibu instruktur. Barulah aku memulai untuk menggoreskan malam yang sudah panas ke atas kain berpola dengan menggunakan canting.  Satu, dua sampai lima kali, goresanku masih belepotan. Dengan malam yang tebal dan tipis tidak rata, tak jarang pulan yang keluar dari garis pola. Tapi, semangatku utnuk menyelesaikan proses situ tidak pernah surut.
Walaupun banyak belepotan disana-sini, usahaku utnuk menyelesaikan satu rangkain terus membara. Kuhabiskan hampir 2 jam untuk menyelesaikan memberikan malam di atas pola pada kain yang berukuran 30 X 200 CM tersebut. Setelah semuanya bisa ku selesaikan, hati terasa lega. Walaupun jika ku lihat hasilnya. Jauh dari kata baik, tapi setidaknya itu pengalaman bagi saya balam urusan batik-membatik. Terlihat malam yang tercecer disana-sini. Malam yang keluar dari garis pola. Sampai jari-jari tangan pun ikut merasakan hasil tercecernya malam.
Setelah sedikit lega karena proses menggoreskan malam di atas pola. Ternyata masih ada proses yang sama-sama membutuhkan kesabaran. Apa itu? Yah, itu adalah proses pewarnaan. Dengan kolam yang telah berisikan air yang dicampur dengan zat pewarna pakaian, ku masukkan kain putih yang telah ku beri malam sesuai pola ke dalam kolam tersebut.
Kain tersebut direndam dalam kolam tersebut, selama kurang lebih tiga puluh menit. Sebelum akhirnya ku bolak-balik di dalam kolam tersebut. Dengan sabar, kulalui porses demi proses. Dari awal sampai proses perendaman, tak ada kata lain selain “kerja keras” dalam proses pembuatan batik.
Proses akhir yang harus aku lalui saat itu, merebus kain yang sudah saya beri warna tadi ke dalam tunggu yang berisikan air panas yang diletakkan di atas kompor. Tujuannya adalah utntuk menghilangkan malam yang masih menempel di atas kain. Setelah itu, barulah kain tersebut dijemur di bawah sinar terik matahari. Baru setelah kering, batik pun telah jadi dan bisa di pakai.
Melihat kain batik saya selesai melewati semua proses. Perasaan senang, bahagia dan bangga tidak lepas dalam benak saya. Seperti tidak percaya, proses yang menurut saya begitu rumit di awal. Ternyata saya bisa melewatinya. Dengan segala keterbatasan saya, saya akhirnya bisa menyelesaikan porses membuat batik.
Tak ada kesan lain pasca proses tersebut. Selain kesan, bahwa ternyata membuat batik membutuhkan kesabaran, keuletan, dan ketelitian yang sangat besar. Jadi, saya kira budaya bangsa Indonesia yang serba instan perlu disadarkan kembali. Bahwa sebuah mahakarya bangsa Indonesia memerlukan proses dan perjuangan yang begitu panjang dan rumit sampai akhirnya bisa menjadi mahakarya. Tak terkecuali batik,  batik sebagai mahakarya bangsa Indonesai yang sudah mendapat pengakuan UNESCO kiranya perlu mendapat perlindungan dari bangsa Indonesia dari segala bentuk plagiasi.
Mari satukan langkah untuk menggalakkan kecintaan kepada batik nasional. Agar terwujud cita-cita bangsa yang menghargai perjuangan dan mahakarya bangsa Indonesia. 











0 comment:

Post a Comment

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram