18 June 2012


1.      PEMBANGUNAN ORGANISASIONAL DAN GENDER
Istilah ‘pembangunan organisasional’ merujuk pada kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai perubahan di dalam tubuh organisasi, dengan sasaran meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerjanya. Sebagai contoh kegiatan advikasi perempuan serta lobi.
Ikatan maupun kerjasama antar organisasi mendorong pengembangan berbagai bentuk dan mekanisme pertanggungjawaban. Pembangunan organisasional bertalian timbal-balik dengan kemampuannya untuk menghasilkan dampak terhadap dunia luas di manapun ia berkiprah.
Organisasi
Untuk menganalisa organisasi, banyak sekali caranya. Secara umum, Swieringa dan Wierdsma (1992:10-11) mengidentifikasi empat unsure yang ada di tiap organisasi, yang menetukan perilakunya :
·         Strategi
Sasaran organisasi dan cara-cara yang ditempuhnya untuk mencapainya.
·         Struktur
Pengelompokan dan pembagian tugas, wewenang serta tanggung jawab anggotanya.
·         Sistem
Kesepakatan yang berkaitan dengan tatacara serta aliran sumberdaya yang ada dalam organisasi. Baik secara administrasi maupun instruksional.
·         Budaya
Perpaduan atau penjumlahan pendapat-pendapat perorangan, nilai-nilai yang dianut, norma-norma yang diikuti oleh para anggotanya.
Selain factor-faktor di atas masih ada factor yang lainnya. Analisis tentang organisasi yang mengangkat factor-faktor di atas musti memperhitungkan pertentangan-pertengan di bawah ini :
·         Masa lalu dan masa depan
Bagaimana sejarah, cita-cita, tujuan dan pandangan organisasi ?
·         Dalam dan luar
Bagaimana hubungan antara internal organisasi dengan eksternal organisasi :
·         Atas dan bawah
Dinamika antara tingkatan atas dengan tingkatan bawah, begitupun sebaliknya.
Organisasi yang Belajar
Perubahan organisasional tergantung kepada proses belajar organisasi itu (secara kolektif). Artinya suatu organisasi musti bersikap terbuka, bersedia saling belajar, siap mengembangkan mekanisme-mekanisme belajar organisasi.
Pertama-tama, organisasi harus bersedia merubah. Dan di atas segalanya ia harus mampu mencerna di dalam dirinya. Kemempuan untuk mengenali dan memahami kebutuhan akan perubahan bergantung kepada ada atau tidak adanya tradisi transparansi dan pertanggung jawaban di dalam organisasi itu sendiri.
Dan untuk mengahasilkan perubahan organisasional yang alamiah dan demokratis, musti tampak adanya anggota organisasi yang harus menyepakati rumusan tentang masalah-masalah yang ada dan merasa sebagai pemilik sasaran perubahan untuk mengatasi sebuah masalah.  Selain itu agen-agen berperan untuk membantu organisasi meraih sasaran yang telah dipilihnya sendiri.
Organisasi dan Gender
Kenyataan yang masih banyak terjadi adalah pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin di dalam organisasi. Tidak hanya itu, dominansi laki-laki dalam menetukan sebuah keputusan begitu terlihat.
Dan dari sinilah harus ada sebuah perubahan mengenai budaya patriarki yang menagakar di organisasi. Sebuah organisasi bisa tergenderkan dalam sejumlah bidang, misalnya : Ideologi-ideologi dan tujuan-tujuan menyeluruhnya, Sistem-sistem nilainya, Struktur-strukturnya, Gaya-gaya menajemennnya, Paparan tugas,Pengaturan praktis, ungkapan kekuasaan dan lambing-lambang yang disunakan organisasi.
Gender, Budaya dan Keragaman
Gender berinteraksi dengan seluruh  aspek keragaman. Pertentangan antara gender dengan budaya adalah contoh khas yang bisa kita amati sendiri. Di tingkat teoritis, anggapan tentang perlawanan terhadap budaya yang sudah mengakar, di lawan dengan pandangan bahwa kekuasaan itu sendiri terdengarkan. Kaitan-kaitan antara dominasi kelas dan ras dengan gender di mana-mana.
Yang terpenting adalah membangkitkan kembali posisi perempuan bukan hanya sebagai partner melainkan rekan kerja yang sama-sama bisa berfikir, bekerja dan menentukan sebuah keputusan.

2.      DINAMIKA GENDER DALAM ORGANISASI-ORGANISASI DONOR
Banyak organisasi anggota Eurostep menilai kinerja keseteraan gender dalam lembaga masing-masing masih jauh tertinggal disbanding kampanye penyetaraan gender yang mereka jalankan dalam hubungan dengan para mitra. Semiloka-semiloka Eurostep terbaru mengangkat ketidakseimbangan ini dan menyoroti kebutuhan utnuk menenganinya.
Singkat kata, jarak yang harus ditanggulangi di sini bukan hanya antara kebijakan dengan praktik dalam tubuh lembaga-lembaga donor saja, melainkan juga kesenjangan antara apa yang diharapkan oleh para donor dari para mitranya dengan apa yang diharapkan oleh para mitra iu sendiri.
Wawancara
            Secara umum, sikap pengecualian yang muncul, yaitu ungkapan-ungkapan umum seperi ;sovinisme lelaki’ dan ‘kesenjangan antara yang ideal dengan yang mungkin diwujudkan dalam kenyataan ‘, hamper seluruh Kendal yang disebutkan oleh para responden secara eksklusif menyangkut pekerjaan mereka dengan para mitra.
Kesalahan dari hasil wawancara mengenai topic gender, biasanya adalah sebagai berikut : ketidaktahuan atau kesalahpahaman tentang apa itu gender, perlawanan budaya oleh para mitra selatan, dan keengganan para donor si utara untuk menggugatnya, kesenjangan antara retorika dengan praktik nyata, perubahan berjalan lamban, masalah perempuan dan kekuasaan.
Dari hal tersebut terlihat jelas, masih perlu adanya pemahaman ulang mengenai konsepsi gender serta penerapannya dalam masyarakat. Selain itu juga masalah perempuan dalam kekuasaan yang terkadang masih ada penomorduaan. Karena dominannya budaya patriarki yang masih tumbuh subur.
Perempuan dan Laki-laki
Pemahaman mengenai posisi laki-laki dalam hubungan-hubungan gender serta posisi laki-laki dalam struktur serta proses tergenderkan masih perlu untuk ditingkatkan.
Bagi seorang manajer perempuan, yang mengilhaminya bukanlah masalah-masalah gender itu sendiri melainkan prosesnya, rasa solidaritas antar perempuan, dan kepuasan seaktu menjumpai titik-titik aliansi dengan laki-laki yang peka gender. Masalah-masalah yang lainnya yang sering muncul adalah : keterkucilan atau isolasi, jarak antara cita-cita dengan kenyataan yang teramat jauh, kesulitan lantaran berada di podidi sebagai orang yang harus mengemukakan argument-argumen gender dalam lingkungan kerja yang tidak ramah.
Manajer dan Staf
Dari kedua kata ini jelas, bahwa ada sebuah reposisi antara keduanya. Dari keduanya ada yang bertindak sebagai instruktur dan ada yang sebagai pejalan instruksi. Dari kata-kata ini, muncul sebuah persepsi bahwa organisasi adalah sebuah satu kesatuan.  Mereka lebih memahami gender dalam kinerja organisasisasional sendiri ketimbang para pelaksana program atau proyek.
‘Memulangkan’ Gender
Banyak aktifitas gender yang menggebu-gebu di organisasi, namun setelah pulang ke rumah sama halnya dengan sebelumnya. Terjadi stereotip, subordinasi dan sebagainya. Karena sekali lagi, kurangnya kepekaan terhadap kesadaran gender di ranah domestic.
MASALAH-MASALAH GENDER DALAM PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN
Ada beberapa permasalahan, diantaranya : Hakikat kekuasaan yang terdengarkan serta aspek-aspek keragaman yang mengait pada kekuasaan, Pencapaian positif yang ditandai oleh pelembagaan gender dalam organisasi, Perlunya memperhitungkan gender sebagai sebuah factor dalam analisis politik dan ekonomi, lambatnya perubahan dan dorongan kea rah organisasional berbasis gender, dan lain sebagainya.
Muatan Emosional dalam Perdebatan Gender
Ketika berbicara mengenai gender dalam satu forum antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dengan kekuatannya mencoba membeberkan semua fakta di lapangan mengenai apa yang mereka alami dan rasakan. Namun, biasanya laki-laki mengelihkan pembicaraan dengan sesuatu yang lebih netral. Perempuan masuk ke dalam rasa emosional yang lebih mendalam ketimbang dengan posisi laki-laki yang merasa di salahkan.
Kekuasaan, Peran dan Kepribadian
Semua posisi dalam organisasi cenderung menguntungkan lelaki. Selain dipengaruhi oleh status, peran dan kekuasaan dalam organisasi, cara-cara mempromosikan kepentingan pribadi maupun kelompok atau berlain-lainan akibat perbedaan kepribadian.

3.      PENGALAMAN-PENGALAMAN GENDER DALAM ORGANISASI
Organisasi yang Progesif tetapi Didominasi Lelaki
Organisasi yang mengangkat gagasan kesetaraan gender dan ada kerjasama dengan LSM perempuan, nyatanya organisasi itu sendiri didominasi laki-laki bukan hanya jumlah lakin-lakinya lebih banyak ketimbang perempuan, namun budaya organisasionalnya pun didominasi laki-laki. Akar budaya kelembagaannya ada pada gerakan aktivisme sayap kiri, dan meski dalam program-progamnya ada peranserta perempuan. Organisasi itu mengadakan sebuah program perempuan, tatapi tidak berhasil, dan tidak ada pengaruhnya terhadap program-program utamanya.
Secara garis besar memang butuh penanganan secara serius terhadap kenyataan-kenyataan di lapangan. Agar reposisi perempuan di dalam sebuah organisasional tidak hanya sebatas penyetaraan posisi, namun lebih jauh lagi bahwa perempaun dan laki-laki harus bisa setara dalam segala aspek organisasi. Termasuk setara dalam pengambilan keputusan serta reposisi perempuan dalam posisi strategis.

4.      DUA SISI DARI SATU MATA UANG
Di utara maupun di selatan berusaha mencapai sasaran yang sama, yakni kesetaraa hak dan kesempatan gabi perempuan dan laki-laki. Namun, jika menjalani peran sebagai agen perubahan, kami meiliki posisi yang berbeda antara menjadi agen perubahan di selatan (dimana kehadiran kamu hanya sementara namu berkuasa disbanding agen perubahan setempat) dengan menjadi agen perubahan di markas-markas kami sendiri di utara (dimana kehadiran kami lebih mendekati selamanya dan relative tidak berkuasa, malah mungkin didihkan ke pinggiran, tanpa bisa mengelakkan hukuman atas intervensi kami). Maka masuk akal bahwa kami, agen-agen perubahan dari utara ini, merasa lebih mudah dan lebih nyaman menekan mitra-mitra dari selatan, meminta mereka (dari posisi kami yang lebih kuat ini) agar mengangkat gender ke dalam kebijakan mereka. Lebih berat dan lebih menyakitkan bila kami melakukan hal serupa dalam organisasi kami sendiri (dari posisi pinggiran ini), dimana seandainya pun kami didengarkan meungkin tidak ada mekanisme-mekanisme yang bisa menjamin dilaksanakannya saran-saran kami itu.
Faktor-faktor Kunci dalam Peningkatan Kepekaan Gender dalam Organisasi
Factor-faktor tersebut adalah :
·         Komitmen terhadap kesetaraan gender dan pembangkitan kepekaan gender
·         Pemahaman dan analisis gender
·         Kesediaan untuk mendengar dan kepekaan
·         Mengabsahkan perdebatan mengenai gender
·         Sadarilah kekuasaan anda sendiri
·         Motor perubahan adalah dialog bukan konfrontasi
·         Komunikasi transparan
·         Mengubah sikap
·         Agen perubahan
·         Laki-laki dan perempuan
·         Menjalin persekutuan
·         Pengaliran sumberdaya
·         Kesabaran, realism dan keluwesan
·         Tolok ukur keberhasilan dan kegagalan

5.      MEMBAYANGKAN ORGANISASI PEKA GENDER
Proses pemberdayaan yang menurut hemat kami dapat dipertimbangkan untuk diterapkan dalam memajukan eksistensi organisasi perempuan adalah apa yang dikemukakan banyak pakar, bahwa setidaknya ada tiga aspek yang memerlukan sentuhan atau penanganan serius agar perempuan dapat diberdayakan. Pertama, apa yang disebut dengan capacity building (membangun kemampuan perempuan). Kedua, cultural change (perubahan budaya yang memihak perempuan). Ketiga, structural adjusment (penyesuaian struktur yang memihak perempuan). Demikian juga Model analisis Longwe yang dikembangkan Sarah H. Longwe, sering disebut sebagai konsep “Kriteria Pembangunan Perempuan” bersifat sistemik dan terdiri lima kriteria:
1)      Dimensi Kesejahteraan, yang diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar seperti makanan, penghasilan, kesehatan , perumahan yang harus dinikmati oleh laki-laki dan perempuan. Kesenjangan gender dapat dilihat dari sejauhmana kondisi objektif yg dialami perempuan dalam hal penghasilan , tingkat kematian, kesehatan dan gizi.
2)      Dimensi Akses, kesenjangan gender dalam dimensi ini terlihat dari adanya perbedaan akses antara laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya. Lebih rendahnya akses perempuan terhadap sumberdaya mengakibatkan produktivitas perempuan cenderung lebih rendah. Selain itu perempuan dengan peran domistiknya tidak punya cukup waktu untuk mening katkan dirinya, dengan kurangnya akses berarti tidak adanya keadilan untuk tumbuh bersama.
3)      Dimensi Kesadaran Kritis, kesenjangan gender pada level ini disebabkan adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi perempuan yang lebih rendah dari laki-laki dan pembagian gender tradisional merupakan bagian tatanan abadi. Pemberdayaan pada tingkat ini harus menumbuhkan sikap kritis dan penolakan terhadap cara pandang tersebut diatas. Bahwa subordinasi terhadap perempuan bukanlah alamiah, tapi hasil diskriminasi dari tatanan sosial yang berlaku. Pemberdayaan ini melalui proses penyadaran baik pada perempuan maupun pihak yang terkait.
4)      Dimensi Partisipasi, kesenjangan pada tingkat ini dari kenyataan  tidak terwakilinya kelompok bawah (perempuan) dalam berbagaim lembaga yang ada di masyarakat, sehingga tidak terlibat dalam pengambilan keputusan di semua tingkatan.Gap ini dapat di lihat seberapa besar partisipasi perempuan di lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, organisasi politik, tingkat program dan organisasi massa lainnya. Pemberdayaan pada level ini adalah upaya pengorganisasian, sehingga semua komponen dapat berperan serta dalam setiap proses pengambilan keputusan , sehingga kepentingan perempuan tidak terabaikan.
5)      Dimensi Kuasa, kesenjangan di tingkat ini tampak dalam kelompok penguasa dan yang dikuasai. Ada bagian kelompok yang menguasai segala macam sumberdaya, sementara bagian lain tidak. Pemberdayaan pada tingkat ini upaya untuk menguatkan kelompok yang lemah sehingga mampu mengimbangi kekuasaan kelompok atas dan mampu mewujudkan aspirasi mereka, karena mereka ikut dalam memegang kendali atas sumberdaya yang ada. Kesetaraan dalam kuasa merupakan prasyarat bagi terwujudnya kesetaraan gender dan pemberdayaan dalam masyarakat yang sejahtera.
Akhirnya, apapun struktrur yang dipilih, dan apapun pola perilaku yang dicita-citakan, tidak ada pengganti bagi penyuntikan kepedulian eksplisit terhadap kesetaraan gender, dan kepemimpinan atau visi yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan perempuan.

6.      PETA GENDER DAN PERUBAHAN ORGANISASI
Tahap-tahap Dalam Proses Perubahan
Secara garis besar ada beberapa tahapan dari proses perubahan suatu organisasi, sebagai contohnya saya rangkumkan dari hasil pembacaan, sebagai contoh :
1)      Karena ada tekanan & desakkan, dimana yang dimaksud di sini adalah, tekanan & desakkan dari pihak luar atau dalam untuk mengembangkan suatu organisasi agar mau berkembang dan berjalan lebih maksimal.
2)      Interfrensi & Reorientasi biasanya melibatkan orang lain untuk mengelola, dimana dibutuhkan pengenalan kembali agar mengingatkan apa yang telah dicapai dan apa yang masih harus menjadi misi untuk mencapai visi suatu organisasi tersebut.
3)      Diagnosa & Pengenalan masalah, dimana di sini berusaha ditemukan, apa yang menjadi sebab, dana mengakibatkan apa, serta bagaimana cara Organisasi tersebut memecahkan suatu masalah dengan baik.
4)      Penemuan & Komitmen dari penyelesaian, setelah menemukan suatu hal yang baru terhadapa penyelesaiaan masalah, maka akan didaptkan komitmen baru, dimana harus dijalankan, agar seseuatu kegagalan di masa lampau tidak terulangi lagi di masa depannya.
5)      Percobaan & penerimaan hasil, dimana setelah kita melakukan percobaan suatu yang baru, kitapun harus dapat menerima hasilnya, dan mereview kembali agar kita mengetahui dimana cacatnya suatu cara tersebut dan memodifikasi kembali agar perubahan itu menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan.

7.      BUDAYA ORGANISASI, AGEN PERUBAHAN, DAN GENDER
Unsur-unsur budaya tidak akan nampak dalam perilaku keseharian dalam berinteraksi di sekolah misalnya melalui interaksi yang menghambat atau mempromosi keadilan dan kesetaraan gender. Wujud budaya dalam interaksi praktis dapat diamati melalui empat lapisan  budaya kelembagaan/sekolah, yang diilustrasikan sebagai : bawang hofstede.
Lapisan 1 : Simbol-simbol dan artifak-artifak adalah : kata-kata (bahasa), gambar-gambar, atau obyek-obyek yang bermakna secara khusus  bagi warga sekolah perempuan dan laki-laki.
Lapis 2 : Para pejuang, pahlawan, pemimpin perempuan dan laki-laki yang nyata memiliki sifat-sifat yang sangat dihargai oleh  warga sekolah perempuan dan laki-laki, dan mereka mempersonifikasikannya.
Lapis 3 : ritual adalah aktivitas-aktivitas kolektif yang tidak secara jelas diperlukan dalam merealisasi sasarn-sasaran organisasi tetapi dianggap penting secara sosial. Ritual adalah praktek-praktek yang melambangkan bagaimana waarga sekolah perempuan dan laki-laki berinteraksi sosial.
Lapis 4 : Nilai-nilai yang dianut oleh warga sekolah peempuan dan laki-laki dalam melakukan aktivitas tertentu dengan cara tertentu.
Analisis budaya adalah analisis situasi umum, perilaku dominan dan kebiasaan yang diterima dan dianggap wajar yang membentuk pola relasi antar warga sekolah perempuan maupun laki-laki dan etos kerja sekolah. Budaya sekolah yang responsif gender  meliputi:
1)    Ekspresi verbal dapat ditemukan pada ungkapan kata-kata yang dapat menciptakan kebiasaan baik yang menghargai dan menghormati laki-laki maupun perempuan dalam lingkungan sekolah.
2)    Ekspresi non-verbal dalam ragam bentuk seperti sikap perilaku, ekspresi tubuh, simbol-simbol yang mendukung dan memotivasi seseorang untuk memberikan apresiasi pada warga sekolah baik laki-laki maupun perempuan.
3)    Lingkungan internal dan ekternal yang kondusif untuk laki-laki dan perempuan dalam beraktifitas di lingkungan sekolah, untuk mendukung tercapainya sekolah efektif.
4)    Kultur birokrasi yang dibangun bersifat egaliter, bersahabat, demokratis, akomodatif dan toleran

8.      STATEGI PENGEMBANGAN PRAKTIK PEKA-GENDER
Strategi-strategi Spesifik
·         Meninjau kembali pernyataan misi dan sasaran-sasaran kelembagaan
·         Analisis tentang semua pihak terjait
·         Perencanaan strategis
·         Pelatihan
·         Pengalokasian anggaran
·         Menetapkan sasaran-sasaran keseimbangan gender
·         Mengubah criteria dan tatacara rekrutmen pekerja baru
·         Rekonstruksi bidang-bidang untuk menyatukan gender dalam arus utama.
·         Menunjuk penanggung jawab gender
·         Menjadikan tempat kerja dan gaya kerja lebih ramah kepada perempuan
·         Menyususn dan menerapkan mekanisme-mekanisme pemantauan dan evaluasi.
·         Menarik komitmen manajemen puncak untuk melaksanakan perubahan menuju kesetaraan gender.

9.      MENGUKUR KEMAJUAN
Pandaun Penilaian Kemajuan Proses Perubahan
·         Fokus kepada gender
·         Analisis gender
·         Kesetaraan gender
Penggunaan kuisioner sebaga alat mengukur kemajuan proses perubahan dan komitmen bersama mengenai kesetaraan gender. Kemudian mengetahui unsure pokok organisasi. Selanjutnya mengetahui dan menganalisis struktur, system dan sumberdaya (proses dan prosedur organisasional).

10.  JARAK YANG MASIH HARUS DIJEMBATANI
Jarak antara laki-laki dan perempuan memang tidak bisa dipisahkan dengan budaya patriarki yang telah mengakar di masyarakat kita. Hal ini juga berefek samping dalam jarak yang ada dalam organisai. Maka harus ada upaya untuk menjembatani jarak antara laki-laki dan perempuan. Dan diharapkan nantinya jarak antara laki-laki dan perempuan dalam sebaga aspek baik di ranah punlik maupun domestic bisa berkurang atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Pada pembahasan ini khususnya dalam sebuah organisasi. Dalam organisasipun demikian. Harus ada pembagian kerja yang jelas, tidak membedakan jenis kelamin. Yang menjadi patokan adalah kemampuan. Dan bukan lagi perempuan sebagai pemanis organisasi, namun menjai rekan serta bagian dalam menetukan sebuah keputusan.


0 comment:

Post a Comment

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram