27 August 2012

Modernisasi itu sudah Masuk Desaku?
Oleh : Saifudin elf*

Tepat 17 agustus 2012, Indonesia memperingati hari jadinya yang ke-67 tahun. Selama itu pula Indonesia bisa melepaskan diri dari belenggu penjajah. Ada nuansa yang berbeda dengan peringatan 17 agustus di tahun sebelum-sebelumnya. Karena moment 17 agustus di tahun 2012, sama dengan moment saat 17 agustus 1945 saat Indonesia memproklamirkan sebagai Negara yang  merdeka yaitu persamaan hari jum’at antara 17 agustus 2012 dengan 17 agustus 1945. Bukan hanya itu, saat 17 agustus 1945 juga bersamaan dengan momentum puasa ramadhan. Suatu kebetulan atau memang garis Tuhan yang telah menetukan.

Sehari sebelum peringatan 17 agustus, saya kembali ke kampong halaman. Tepatnya 16 agustus, aku kembali ke kampong halaman setelah jenuh dengan seabrek rutinitas di kota Semarang. Dalam perjalanan kembali ke kampong halaman aku sempat menghayal, kapan yah aku bisa seperti para perantau yang sangat menunggu momentum mudik di setiap tahunnya, “mungkin 3-5 tahun lagi setelah aku bisa menetukan masa depanku sendiri” jawabku dalam hati.

Nuansa pedesaan begitu sangat kentara ketika aku mulai memasuki gerbang selamat datang desaku. Tepatnya di tapal batas selamat datang Desa Galih salah satu desa di bagian kecamatan Gemuh, sekitar 15 KM arah barat daya Kota Kendal. Rasa kangen itu sedikit terobati dengan deretan rumah serta beberapa gedung sekolah tempat aku bermain serta menuntut ilmu 12 tahun yang lalu.

Ada satu hal yang menarik bagiku saat kembali ke kampong halamanku di momentum libur lebaran tahun ini. Apa itu? Pastinya, bagungan masjid yang sudah lama sekali malakukan proses renovasi diri, sudah sekitar 5 tahun masjid di desaku dalam proses renovasi besar-besaran. Dan di tahun ini sudah, terlihat seperti apa bentuk transformasi terbarunya. Sangat jauh berbeda dengan  bentuk awalnya. Tapi hal ini tidak mengurangi nilai sejarah yang sudah lekekat sejaka awal berdirinya masjid di desaku ini.

Satu lagi peristiwa kemarin yang membuatku agak tercengang namun juga kagum. Selama hampir 21 tahun saya lahir ke dunia, dan sudah sekitar 12 tahun yang lalu sejak saya pertama kali masuk masjid di desaku serta mengikuti sholat jum’at di masjid desaku “Masjid Nurul Muttaqien”, baru kemarin saat 17 agustus 2012 pertama kalinya saya mendegarkan Khutbah di masjid desaku menggunakan bahasa Indonesia. Saya sempat berfikir, apakah modernisasi sudah masuk ke desaku ?. seumur-umur baru kemarin saya mendengarkan khatib jum’at di masjid desaku menggunakan bahasa indonesai, tidak seperti biasanya menggunakan bahasa jawa karma. Luar biasa, lalu siapakah sebenarnya sosok khatib yang berkhutbah kemarain ?.

Beliau adalah Ustadz Muhaimin, SE yang sering disapa Ustadz Mumu’, salah satu tokoh muda yang dimiliki desaku. Beliau merupakan Hafidz Alqur’an yang pernah nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Sungguh luar biasa ustadz yang satu ini. Saya juga sempat menempa ilmu dari beliau saat saya masih nyantri si Pondok Modern Selamat Kendal, waktu beliau juga masih mengajar di sana.

Dalam khutbahnya kemarin, ustadz mumu menuturkan mengenai realitas internasional yang baru saja terjadi di Myanmar. Saat saudara kita umat muslim Rohingnya di Myanmar diusir oleh masyarakat sipil Myanmar, serta adanya perlakuan diskrimninasi pemerintah Myanmar terhadap kaum muslim Rohingnya. Bukan hanya perlakuan itu saja, yang lebih parahnya lagi adalah kaum muslim Rohingnya tidak diakui sebagai warga Negara Myanmar. Sungguh peristiwa yang membuat semua hati umat islam dipenjuru dunia ikut merasakan betapa pedihnya perasaan yang dirasakan masyarakat muslim Rohingnya.

Kita sebagai bangsa Indonesia, yang mayoritas Bergama Islam, patut memberikan support serta bantuan kepada saudara seiman kita, kaum muslim Rohingnya di Myanmar. Bagaimana tidak, ini juga bisa menjadi cerminan kita sebagai bangsa dengan penduduk matoritas beragaman Islam. Sudah baikkah kita memperlakukan orang yang bukan non-muslim? Sudah baikkah kita terhadap kaum non-muslim?. Kiranya perlu adanya sikap toleransi yang tinggi bagi umat muslim Indonesia kepada setiap bentuk perbedaan. Agar saudara kita sesame muslim yang berada di Myanmar khususnya dan di seluruh penjuru dunia umumnya bisa merasakan perlakuan yang sama. Tidak ada lagi proses diskriminasi terhadap kaum minoritas oleh kaum mayoritas.

Ustadz mumu’ kemarin telah mengetuk pintu hati saya, untuk bisa ikut merasakan penderitaan kaum muslim Rohingnya di Mtanmar yang terus bertahan. Walaupun penyampaiannya dengan menggunakan bahasa Indonesia, khutbah beliau tidak sedikitpun mengurangi kekhusukkan para jama’ah sholat jum’at di masjid desaku yang sudah terbiasa dengan khutbah dengan menggunakan bahasa jawa karma. Walaupun ada sedikit pergeseran tradisi khutbah di masjid desaku, namun satu hal yang menjadi catatan bahwa apapun boleh dilakukukan untuk pengembangan siar Islam, yang terpenting tidak melukai salah satu golongan maupun masyarakat secara luas.

Sepeti kata ibunda Sinta Nuriyah Wahid (Istri Alm. Gusdur), bahwa Kita tidak Butuh Islam yang ‘Marah’, namun Kita Butuh Islam yang ‘Ramah’.

            Bukan begitu saudara-saudara? Wallahu’ alam bis syowab’. (Ipud)

0 comment:

Post a Comment

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram