19 January 2013



Batikku, Batikmu, Batik Kita Semua
Sebuah catatan; pengelaman membatik pertama kali
Oleh; Saifudin

Berbicara mengenai batik, pasti benak kita akan tergambar dengan motif-motif indahnya. Batik bagi kalangan masyarakat Indonesia adalah salah satu identitas bangsa. Walaupun kesadaran akan batik sebagai identitas dan budaya bangsa baru bangkit saat negara tentangga Indonesia yaitu Malaysia mencoba untuk meng-klaim batik sebagai budaya mereka.
Akan tetapi, nampaknya bangsa Indonesia bisa bernafas lega. Saat batik ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia pada 2 Oktober 2009. Pasca adanya pengakuan tersebut masyarakat Indonesia seperti tergiring oleh arus trendsetter baru dalam berbusana. Banyak mode-mode pakaian yang mengambil tema batik  Tak terkecuali instansi-instansi, baik pemerintahan maupun swasta yang menjadikan batik sebagai salah satu seragam dinasnya.
Bangsa Indonesia memang terkenal sebagai bangsa yang penuh kreasi seni. Dalam hal batik, Indonesia memiliki berbagai macam motif batik. Motif-motif batik tersebut menggambarkan cirri khas masing-masing daerah penghasil batik  Salah satu yang paling terkenal adalah batik-batik dari kota Pekalongan, Surakarta, Yogyakarta dan dari kota-kota yang lain.
Tapi, tahukah kita bagaimana proses pembuatan batik hingga menjadi batik yang biasa kita kenakan sehari-hari?
Pertanyaan yang menurut saya, sedikit menggelitik. Karena, jika melihat masyarakat saat ini yang sudah terjangkit budaya pragmatis hanya sedikit yang mau tau mengenai susah payahnya seorang seniman batik membuat satu motif batik. Selebihnya, lebih enjoy membeli busana motif batik secara langsung di toko, maupun belanja secara online pada situs-situs toko batik,  butik batik dan toko batik online. Ada juga yang hanya berbatik ria tanpa peduli akan proses pembuatan batik itu sendiri.
Hal yang saya rasakan saat pertama kali, menjalani proses membuat batik  Tak pernah ada dalam benakku sebelumnya. Bahwa tenyata Tuhan memberikanku kesempatan untuk merasakan bagaimana sudah payahnya para pembuat batik  Saya masih ingat saat saya pertama kali membuat batik  Tanggal 20 Nopember 2012, perasaan baru kemarin aku menjalani pengalaman unik tersebut. Kebetulan itu adalah kegiatan pelatihan membatik yang deselenggarakan oleh salah satu instansi pemerintah kota Semarang.
Saat itu, bagi saya kegiatan membatik adalah kegiatan yang sangat baru. Berbeda halnya dengan kegiatan lain-lainnya seperti menulis, bercerita, mendaki gunung, touring dan sebagainya yang sudah menjadi kebiasaanku. Perasaan yang ada di dalam hati saya waktu itu, “bisakah saya membatik?” jika memegang canting saja saya belum pernah. Tapi, ternyata semua dapat saya lalui saat di penghujung kegiatan diadakan praktek membatik yang sesungguhnya.
Setelah seharian berkutat dengan teori membatik, akhirnya pada jam 11.00 tiba saatnya saya untuk mempraktekkan teori membatik yang saya dapatkan dalam pelatihan tersebut. Berbekal canting,  kompor minyak, wajan kecil, kain putik, serta malam yang diberikan secara cuma-Cuma oleh pihak penyelenggara saya mencoba untuk menggoreskan sejarah baru dalam hidup saya dalam hal batik-membatik.
Rasa was-was menghampiri diri saya. Maklum saja, waktu itu dari 30 orang peserta pelatihan, hanya 6 orang saja yang laki-laki termasuk saya. Kalau saja pesertanya laki-laki semua mungkin tidak ada rasa canggung bagi saya. Akan tetapi, posisi saya saat itu menjadi perwakilan kaum laki-laki yang hanya berjumlah 6 orang untuk menyelesaikan proses batik membatik dari awal sampai akhir. Pengalaman yang bagi saya waow banget.
Dengan bantuan instruktur dari kelompok usaha batik Pasha Semarang, ku awali proses pertama dengan membuat pola batik.  Saat itu saya membuat pola angsa dan pola yang membetuk nama saya dalam tulisan arab. Dengan hati-hati kugoreskan pena saya di atas kain putih bersih. Sambil membuat pola, sudah terlebih dulu saya memanaskan wajah kecil di atas kompor minyak. Kemudia kumasukkan malam ke dalamnya.
Setelah pola selesai saya buat. Malam yang saya panaskan tadi, sudah meleleh menyerupai minyak goring yang panas. Ku beranikan diri untuk bertenya kepada instruktur. Karena teori yang saya dapatkan sulit bagi saya untuk mengaplikasikannya.
“Buk, ini penggunaan cantingnya bagaimana ya”
“Begini mas, saya contohkan. Jadi antara gagang canting, dengan ujung canting tidak boleh sejajar” terangnya dengan mempraktekkan cara memegang canting.
“Terus, kalau mengambil malam yang udah pas untuk kemudian dilukiskan di atas pola, bagaimana ya buk ?” tanyaku, menyambung.
“Mudah saja mas, sama halnya seperti saat kita mengambil kuah sayur dengan menggunakan centong. Akan tetapi yang membedakan adalah saat setelah mengambil malamnya. Karena setelah mengambil malam, posisi canting harus seperti yang saya praktekkan tadi” Jawabnya detail.
“Oh, iya buk. Terima kasih yah untuk bimbingannya”
“Sama-sama mas, yang terpenting dalam proses membatik adalah sabar dan teliti mas” katanya bijak.
“Iya buk”
Setelah mendapatkan sedikit pencerahan dari ibu instruktur. Barulah aku memulai untuk menggoreskan malam yang sudah panas ke atas kain berpola dengan menggunakan canting.  Satu, dua sampai lima kali, goresanku masih belepotan. Dengan malam yang tebal dan tipis tidak rata, tak jarang pulan yang keluar dari garis pola. Tapi, semangatku utnuk menyelesaikan proses situ tidak pernah surut.
Walaupun banyak belepotan disana-sini, usahaku utnuk menyelesaikan satu rangkain terus membara. Kuhabiskan hampir 2 jam untuk menyelesaikan memberikan malam di atas pola pada kain yang berukuran 30 X 200 CM tersebut. Setelah semuanya bisa ku selesaikan, hati terasa lega. Walaupun jika ku lihat hasilnya. Jauh dari kata baik, tapi setidaknya itu pengalaman bagi saya balam urusan batik-membatik. Terlihat malam yang tercecer disana-sini. Malam yang keluar dari garis pola. Sampai jari-jari tangan pun ikut merasakan hasil tercecernya malam.
Setelah sedikit lega karena proses menggoreskan malam di atas pola. Ternyata masih ada proses yang sama-sama membutuhkan kesabaran. Apa itu? Yah, itu adalah proses pewarnaan. Dengan kolam yang telah berisikan air yang dicampur dengan zat pewarna pakaian, ku masukkan kain putih yang telah ku beri malam sesuai pola ke dalam kolam tersebut.
Kain tersebut direndam dalam kolam tersebut, selama kurang lebih tiga puluh menit. Sebelum akhirnya ku bolak-balik di dalam kolam tersebut. Dengan sabar, kulalui porses demi proses. Dari awal sampai proses perendaman, tak ada kata lain selain “kerja keras” dalam proses pembuatan batik.
Proses akhir yang harus aku lalui saat itu, merebus kain yang sudah saya beri warna tadi ke dalam tunggu yang berisikan air panas yang diletakkan di atas kompor. Tujuannya adalah utntuk menghilangkan malam yang masih menempel di atas kain. Setelah itu, barulah kain tersebut dijemur di bawah sinar terik matahari. Baru setelah kering, batik pun telah jadi dan bisa di pakai.
Melihat kain batik saya selesai melewati semua proses. Perasaan senang, bahagia dan bangga tidak lepas dalam benak saya. Seperti tidak percaya, proses yang menurut saya begitu rumit di awal. Ternyata saya bisa melewatinya. Dengan segala keterbatasan saya, saya akhirnya bisa menyelesaikan porses membuat batik.
Tak ada kesan lain pasca proses tersebut. Selain kesan, bahwa ternyata membuat batik membutuhkan kesabaran, keuletan, dan ketelitian yang sangat besar. Jadi, saya kira budaya bangsa Indonesia yang serba instan perlu disadarkan kembali. Bahwa sebuah mahakarya bangsa Indonesia memerlukan proses dan perjuangan yang begitu panjang dan rumit sampai akhirnya bisa menjadi mahakarya. Tak terkecuali batik,  batik sebagai mahakarya bangsa Indonesai yang sudah mendapat pengakuan UNESCO kiranya perlu mendapat perlindungan dari bangsa Indonesia dari segala bentuk plagiasi.
Mari satukan langkah untuk menggalakkan kecintaan kepada batik nasional. Agar terwujud cita-cita bangsa yang menghargai perjuangan dan mahakarya bangsa Indonesia. 











17 January 2013




Video sederhana ini, sebagai perwakilan atas kegelisahan jiwa melihat saudara-saudaraku masih jauh di bawah garis kemakmuran. Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk menyisihkan sebagian harta kita untuk saudara-saudara kita. :)

Puisi yang udah lama banget aku buat, sewaktu aku masih duduk di bangku semester 4. Sekitar medio maret 2011, akhirnya dapat aku share ke sahabat elf semua; :) 
Gus Dur; Gusdurian :)

Sang Guru Bangsa
Untuk guru bangsaku; Gus Dur

Perawakan yang tegar
Di antara seribu derita yang mendera
Dengan semangat Kau arungi bahtera Kehidupan
Yang penuh dengan ranjau-ranjau kebencianDengan wibawa
Kau coba meyakinkan semua
Dengan tutur
Kau bergema pada dunia
Dengan fikir
Kau hempaskan  batu-batuan elit penguasa
Nian lama kau berpijak
Di antara dua sisi berbeda
religi ataukah politik ?
Tapi yang ada hanya keselarasan
Kau berjuang dengan kucuran keringat
Tahtapun tercengkramkan hasta


Beribu hujatan datang silih berganti
Cahaya kesabaran masih menyala
Dalam relung hati terdalam

Kau buat seribu emansipasi
Kaum-kaum termaljinalkan kau angkat
Ribuan tembok pembeda kau rubuhkan
Hanya sisa-sisa perbedaan yang nampak
Melebur menjadi kesamaan
Engkaulah  Sang Guru Bangsa
Pengangkat kaum marjinal
penghapus ribuan perbedaan
Pembentuk kesamaan


Semarang, 9 Maret 2011

15 January 2013


Kota Kembang, Kota Kenangan

Berbicara mengenai kota Bandung tak akan pernah ada habisnya. Bandung yang sering disebut sebagai kota Kembang terlalu naïf untuk dilupakan dalam setiap moment kunjungan. Sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, Bandung menawarkan pesonanya sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia.

Saat pengalaman keduaku menginjakkan kaki di koota Kembang ini. Nampaknya ada perubahan yang ada di kota Kembang. Yang pasti perubahan itu adalah moment yang membawaku. Saat pertama kali aku ke Bandung, aku masih ingat, saat itu aku masih duduk di bangku kelas dua sekolah menengah akhir pada akhir tahun 2007. Mungkin, saat pertama kali aku ke Bandung Tuhan telah menggariskanku sebuah kesempatan untuk kembali berkunjung ke kota Kembang ini.

Yah, benar saja garis Tuhan tidak akan pernah meleset. Di awal tahun 2013 ini, Tuhan berikanku kesempatan utnutk berkunjung ke kota Kembang ini. Kali ini bukan untuk moment jalan-jalan. Namun, moment organisasilah yang kembali membawkau ke kota Kembang ini. Setelah lima tahun tak kurasakan dinginnya udara Bandung, akhirnya aku dapat merasakannya kembali.

Sekali lagi, perbedaan yang aku rasakan saat kunjungan keduaku kali ini adalah kesan adem saat ku jumpai para jaka dan mojang asli Bandung. Logat sunda asli nampaknya, begitu sulit untuk hilang dari bayanganku. Mungkin ini yang banyak dirasakan oleh orang-orang saat berkunjung di Bandung, sehingga tak jarang yang betah berlama-lama di kota Bandung ini. Tak terkecuali dengan diriku. Kesan mendalam sangat aku rasakan.

Berpose di Depan Gedung Sate Bandung
Tak hanya kecantikan paras yang dimiliki para pribumi kota Bandung ini. Namun, iklim ketimuran yang berbalut budaya dan kebiasaan sunda masih saja terpancar dari para pribumi Bandung ini. Walaupun kutahu mereka adalah generasi global. Tapi tak sedikitpu Nampak akan hal itu.

“Teteh”, “Aa”, sapaan yang selalu ku dengar saat ku berpapasan dengan kawan-kawan Bandung. Serasa aku ikut menjadi bagian dari mereka.
“Teh, alun-alun Bandungnya cumin segini?” tanyaku pada salah satu kawanku sewaktu kunjunganku ke alun-alun Bandung.
“Iya,a’. cumin segini. Kalau mau yang luas mah ntar aa’ ke lapangan Gasibu, yang ada di depan gedung sate a’ ”. jawabnya dengan lembut.
“Iya teh, kalau gak salah yang sering buat konser itukan the?”
“Iya a’, bener banget. Ada satu lagi a’ yang besar di Bandung ini” sambungnya melanjutkan percakapan.
“Dimana itu teh?”
“Ada di lapangan Tegalega” jawabnya singkat.
“Kalau gak salah bukannya, Tegalega masuk kawasan bandung sebelah selatan yah teh ?”.
“Iya a’, bener banget” lanjut dia

Ingin sekali ku berlama-lama di kota Kembang ini. Ingin sekali ku mengenal kebudayaan Sunda. Terutama bahasa Sundanya, yang menurutku mempunnyai karakteristik tersendiri. Berbeda dengan bahasa Jawa yang sudah sangat sering aku dengar sebeleumnya, yang sangat bersahabat dengan orang-orang yang belum mengenal bahasa Jawa. Tapi, aku merasakan untuk bisa berbicara dengan bahasa Sunda, butuh beberapa waktu untuk mempelajarinya.

Untuk saat ini, aku hanya bisa berdo’a pada sanga Tuhan, semoga kelak ku dipertemukan kembali dengan kota Bandung. Dipertemukan kembali dengan kelembutan tutur gadis-gadis dan jaka-jaka Bandung. Damai kurasakan di kota ini. Walau ku belum sempat untuk menjelajahi kota Bandung ini sampai ke berbagai penjuru kota. Namun, ku bersyukur ku dapat menikmati eksotisme kota ini.


Catatan akhirku sebelum kembali dari Bandung menuju Semarang.
Bandung, 13 Januari 2013



Juangku, tuk Jumpa Kita

Saat hujan turun di pagi ini, kurasakan alunan kemesraan sang Tuhan kepadaku
Dari balik jendela ku tatap langit luas yang menampakkan kemuramannya
Sempat ku berfikir bahwa Tuhan tak memimak kepada diriku pagi ini
Tuhan tak mau melihatku menjelajahi alamNya pagi ini
Walaupun ku tahu, Tuhan pasti telah menyiapkan sesuatu yang terbaik buatku

Tubuh ini sepertinya mulai melemah
Tubuh ini sepertinya mulai lusuh
Diterpa angin jalanan
Jalanan yang mengantarkanku ke kota Kembang ini

Kuteringat kembali, ketika malam memaksaku
Untuk menemaninya memberikan keheningan kepada umat manusia
Saat itu pula,
Kuberanikan diri menyusuri jalan-jalan protokal beberapa kota
Walaupun saat itu ku masih sangat buta dengan arah jalan yang ters membawaku
Namun, tekadku sudah kuat
Satu tekad untuk kembali berjumpa dengan kawan lamaku

Tuhan sepertinya tak ingin melihat bahagiaku menghampiriku
Saat perjumpaanku dengannya kembali terjalin
Tuhan pisahkan kami kembali
Kalut rasanya, untuk kembali berfikir
Harus kuhabiskan berapa lama lagi, untuk kembali berjumpa dengan kawanku ini

Perjumpaan pasti akan berpisah
Perjuanganku tuk kembali berjumpa tak akan pernah surut
Semoga Tuhan kan pertemukan kami kembali

Selamat jalan, sampai berjumpa kembali di peraduan lain J

Bandung, 13 Januari 2013


Di Depan Balaikota Cirebon Jawa Barat

Di Petigaan Kabupaten Sumedang Jawa Barat



08 January 2013


Pagi Butaku;
Catatanku untuk seorang sahabatku











Ketika fajar menyingsing
Ku lafalkan kisah alam bawah sadarku
Untuk temani kisah nyataku di pagi ini

Saat ku beranjak dari peraduanku
Nampaknya, tak kudapatkan lembut sapaan mu
Seperti tempo lalu

Rinai hujan basahi bumiku
Mengingatkanku pada parasmu,
Bukan paras sang kekasih,
Bukan paras sang pujaan hati,
Namun, paras lembut sahabatku

Itulah kau dengan kesederhanaanmu
Mampu jadi tempat bersadandarku

Ku rindu saat kau bersamaku
Ku rindu saat kau bincangkan masa depan
Ku rindu saat kita peduli urusan bangsa

Itulah kau dengan segala tabiatmu
Bawaku nikmati hidup ini
Bawaku salami lautan penuh iri
Walau terkadang hidup tak selalu ramah dengan jiwa ini
Namun, semangatku tak akan pernah mati

Semarang, 8 Januari 2012

06 January 2013

Tuhan Membawaku ke Puncak Merbabu J
Catatan akhir; perjalanan panjang menuju puncak Merbabu
Oleh; ELF Journey

Sampai di Basecamp Pak Parman Dk. Genting Selo Boyolali
Ueforia perayaan tahun baru 2013 mulai menggeliat di kalangan masyarakat luas. Maklum saja bulan Desember hanya menyisakan beberapa hasi saja, sebelum kalender 2012 berganti dengan kalender 2013. Desir angin membawaku untuk membuat sebuah rencana, membuat sebuah moment special untuk menutup akhir perjalananku di tahun 2012.
Sebenarnya sederet rencana sudah pernah aku susun. Namun, terkadang kehendak Tuhan tidak sesuai dengan rencana yang direncanakan. Tapi apalah daya, diriku hanyalah hamba yang memiliki keterbatasan daya upaya. Satu persatu rencana yang sudah aku susun rapi, satu-persatu gagal di tengah jalan. Mulai dari rencanaku weekend di moment liburan Natal dengan mengunjungi kota Tegal, akhir tahun di kepulauan Katimun Jawa Kabuoaten Jepara.
Namun, kiranya Tuhan memilihkanku sebuah jalan yang begitu indah buatku. Ketika rencanaku kandas di tengah jalan. Tuhan telah mempersiapkan sebuah perjalanan diriku ke kota Gudeg Jogja. Setelah sebelumnya sempat berencana ke Tegal, tapi akhirnya ke Jogja. Hingga rencana akhir tahun di Karimun Jawa, Tuhan menggatikannya dengan perjalanan yang luar biasa, yaitu perjalanan menuju Puncak Gunung Merbabu 3124 Mdpl (meter di atas permukaan laut) Boyolali.
Setidaknya aku sempat merasakan, akan indahnya rencana Tuhan yang diberikan buat diriku. Ke temukan indahnya alam yang Tuhan ciptakan buat manusia. Kesan yang mendalam yang aku dapatkan pasca pendakianku di Puncak Gunung Merbabu. Walaupun dengan perjuangan yang luar biasa beratnya, akhirnya ku berhasil mencapai Pos Sabana 1 puncak Merbabu melalui jalur pendakian Selo Boyolali.
Perjalanan panjang telah aku lalui dengan beberapa orang sahabatku sebelum akhirnya ku berhasil menginjakkan kaki di pos Saban 1 puncak Merbabu. Dengan persiapan yang hanya semalam, dan dengan keterbatasan peralatan serta pendanaan. Kutekadkan bulat untuk mendaki puncak Merbabu.
Tapat hari jum’at 28 Desember 2012, setelah rencana ke Karimun Jawa gagal. Ku tulis pesan singkat dengan handphoneku. Kukirimkan ke salah seorang juniorku Arif. Mahasiswa jurusan KPI semester 1.
“Rip, tahun baru kemana ni rencananya?”. Tanyaku melalui SMS.
“Belum tahu nie mas”. Jawabnya, seperti belum tahu maksudku.
“Muncak yuk”. Ajakku singkat.
“muncak kemana mas? Kapan?”. Tenyanya kepadaku.
“Ke Gunung Sindoro Temanggung, sabtu pagi kita berangkat. Teman-teman di ajak ya”. Ajakku serius.
“OK, mas. Ntar teman-teman tak SMS”. Jawabnya tegas.

Tersebarlah pesan singkat dari Arif kepada teman-temannya. Setelah itu, sampailah aku di Jum’at malam. Kusambangi rumah si Marko (mahasiswa KPI semester 1). Kuajaklah dia untuk ikut serta dalam kegiatan pendakian kali ini. Hingga akhirnya aku beserta para juniorku menyepakati untuk merubah tujuan pendakian. Dari tujuan semula ke puncak gunung Sindoro Temanggung menjadi ke puncak gunung Merbabu Boyolali.
Waktu yang semakin mepet dengan waktu pelaksanaan, membuat kami mempersiapkan segalanya dengan penuh keterbatasan. Sabtu sore, mulai menampakkan kegagahannya kepadaku. Beberapa sahabatku yang berkeinginan untuk ikut pendakian berkumpul di depan kantor Dekanat Fakultas Dakwah. Membincangkan serta mengecek keperluan sebelum pendakian.
Sempat terjadi beberapa tragedy sebelum aku dan sahabat-sahabatku berangkat menuju Boyolali. Ternyata ada beberapa teman yang mengurungkan niatnya di tengah perjalanan karena beberapa alas an yang tidak bisa disebut satu-persatu. Dari jumlah awal 12 orang yang berencana melakukan pendakian. Tinggal menyisakan 8 orang yang siap lahir bathin melakukan pendakian di puncak gunung Merbabu.
Sekitar pukul 20.00 kami berangkat menuju Boyolali. Angin malam yang begitu munusk tulang serta gelapnya jalanan tidak mengendurkan niatan kami. 3 jam lebih kami menghabiskan waktu di jalanan Semarang-Boyolai. Hingga akhirnya kami sampai di rumah kerabat kami si Marko yang berada di desa Sumber kecamatan Sino yang masuk dalam wilayah kabupaten Boyolali Jawa Tengah.
Sambutan ramah, dengan senyum lebar mewarnai kedatangan kami di rumah si Marko. Masih sangat jelas di pikiran bagaimana sambutan orang tua si Marko kepada kami. Hangat dan menyenangkan. Rasa letih pun menghampiri kami begitu kami memasuki rumah sederhana di salah satu sudut kabupaten Boyolai. Dunia mimpi kami pun segera menghampiri kami. Ya, tepat sekali; kami tertidur dengan pulasnya. Hingga akhirnya perjalanan lanjutan yang kami rancanakan akah kita mulai setelah Shubuh harus diundur sampai jam 08.00.
Puncak Kenteng Songo tampak belakang
Pagi menyambut kami dengan penuh kehangatann. Nuansa asri pedesaan begitu kami rasakan. Suara kicauan burung, sangat jelas terdengar di telinga kami. Semilir angin yang masuk melalui sela-sela dinding rumah semakin membuat kami merasa tenang dan damai. Tapi, kami tidak boleh terbuai dengan suasana pedesaan kali ini. Karena masih panjang perjalanan yang musti kami lalui untuk sampai di puncak Merbabu.
Dari Simo-Selo, kami menghabiskan waktu 2 jam. Karena kami sempat berhenti di beberapa tempat untuk membeli perlengkapan pendakian dan memebeli beberapa keperluan logistic yang akan kami gunakan saat pendakian. Setelah semua perlengkapan dan logistic sudah di tangan. Pendakian siap dilakukan.
Setikar jam 10.00 kami sampai di basecamp pak Parman, salah satu basecamp terakhir sebelum memasuki jalur pendaikan Selo Boyolali. Kami pun mengurus administrasi pendakian. Mulai dari jasa retribusi pendakian hingga laporan adanya kegiatan pendakian. Tak ketinggalan packing segala keperluan kami lakukan di sana.
Jam 10. 23 kami memulai pendakian menuju puncak Merbabu 3124 Mdpl. Di awal perjalanan kami di sambut dengan pintu gerbang yang mendakan titik awal pendakian Merbabu melalui Jalur Selo. Sekitar 2 jam perjalanan dari titik awal pendakian, akmi pun sampai di pos 1 Dok Malang. Walaupun harus bersusah payah untuk sampai di pos 1, sampai-sampai aku harus tergeletak sejenak selama kurang lebih 15 menit di tengah perjalanan menuju pos 1.
Dari pos 1 Dok Malang menuju pos 2 dibutuhkan waktu selama 2 jam. Setelah pos 2, kami sudah tidak tahu lagi sudah sampai mana. Karena kami baru melakukan pendakian ke puncak Merbabu untuk yang pertama kalinya. Tetesan keringat yang membasahi kami, semakin membuat semangat kami terpacu untuk segera sampai di puncak. Kondisi tubuhku yang pada waktu itu tidak menentu, membuat perjalananku sedikit terganggu. Sehingga seringkali aku mengambil istirajat di tengah-tengah perjalanan. Beruntungnya, Tuhan masih memberiku kekuatan untuk melnajutkan perjalanan.
Gerbang Jalur Pendakian Merbabu via Selo
Angin gunung mulai berhembus dengan kencang. Awan gelap pun segera menghampiri kami. Rintik hujan menyambut kami di daerah Tikungan Macam. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk istirahat sejenak untuk mengenakan jas hujan. Setelah semua sudah siap kami melanjutkan perjalanan. Selama hampir 2 jam kami habiskan waktu untuk sampai di pos Sabana 1. Mengingat kondisi yang tidak memungkinkan. Akhirnya kami mendirikan tenda di sini. Dengan perlatan ala kadarnya, tenda pun bisa berdiri. Segera kami beristirahat dengan kondisi yang sedemikian rupa. Tubuh capek, lunglai serta pegal-pegal, ditambah lagi angin pegunungan yang begitu dingin memaksa kami untuk saling berhimpithimpitan agar dingin bisa sedikit berkurang.
Suasana malam saat itu, begitu mencekam. Berbeda dengan puncak gunung yang sebelumnya pernah aku daki. Suasana di gunung Merbabu begitu dingin menusuk tylang. Ditambah nuansa yang sedikit mistis membuat waktu malam saat itu, begitu lama berjalan. Di tengah masa-masa istirahat kami, terdengar beberapa kali opera pendaki lain yang baru saja tiba, kemudian mendirikan tenda juga di sekitar tempat kami mensirikan tenda.
Hari sabtu, 31 Desember 2012 menyambut kami dengan suasana yang berbeda. Sinar sun rise dari ufuk timur begitu indah di mata. Ditambah hembusan angin pegunungan semakin menambah kemesraan kami dengan alam semesta ini. Desiran lautan ilalang juga mengiringi kami menatap sinar sun rise yang nampak cantik. Mata ini seolah tidak mau berkedip, melewatkan sedetik pun waktu kami untuk menikmati alam ciptaan Tuhan dari atas gunung Merbabu. Dari arah timur pula terlihat samar-samar jajaran gunung Lawu yang sedikit tertutup awan.
Selain pemandangan sun rise di ufuk timur, di sebelah kanan tempat kami berdiri berdiri tegak gunung Merapi. Gunung berapi yang paling aktif di dunia, terlihat tinggi menjulang gagah dengan puncaknya yang masih tertutup kabut tebal. Di sebeleah kiri kami berdiri pula puncak Syarif dan puncak Kenteng Songo yang memanggil kami untuk segera mendakinya. Tak ketinggalan pula, pemandangan indah di belakang kami, gunung Sindoro dan Sumbing juga terlihat jelas, walaupun dengan ukuran yang sangat kecil. Agaknya waktu itu kami sedikit beruntung karena cuaca cerah. Sehingga pemandangan yang tidak bisa dilihat oleh semua pendaki gunung Merbabu karena cuaca yang terkadang tidak mendukung.
Melihat pemandangan yang maha dahsyat dari gunung Merbabu, kami menyempatkan diri untuk mengambil beberapa foto-foto narsis dengan background pemandangan-pemandangan tersebut. Setelah puas berfoto-foto. Perut terasa lapar, kunyalakan kompor kumasak beberapa mie instan untuk mengganjal perut kami. Sambil memasak mie instan, kami menyempatkan diri untuk membincangkan rencana selanjutnya. Dari hasil perbincangan akhirnya disepakati untuk mengakiri pendakian ini. Mengingat kondisi dan juga perbekalan yang tidak memungkinkan.
Setelah sarapan pagi, kami bergegas untuk segera turun menuju basecamp pak Parman. Di luar dugaan kami, waktu yang dibutuhkan dari atas sampai ke bawah hanya 2 jam. Padahal waktu untuk sampai ke puncak hampir 8 jam. Benar-benar di luar perkiraan kami. Dalam perjalanan turun ke bawah, kami berpapasan dengan banyak pendaki lain, yang ingin menghabiskan malam pergantian tahun di atas puncak Merbabu. Tapi bagi kami sudah cukup menyenangkan walaupun belum sampai puncak, yang terpenting pengalaman pertama ini bisa tersimpan di memori kami.

Tuhan,
Sungguh indah alam ciptaanMu…
Gunung, sawah, hutan dan lautan adalah buktinya…
Dalam setiap hembus nafasku,
Ku panjatkan do’a dan harapanku padaMu,
Ijinkahlah hamba untuk menikmati alamMu
Walau ku tahu, ku bukanlah khalifah yang sempurna,
Tapi usahaku tak akan pernah padam
untuk menikmati kesempurnaan alam ciptaanMu..

Hembusan anginMu tak pernah bosan untuk menggontaikanku,
Sinar MentariMu tak pernah lelah menerangi langkahku,
Aliran darahMu dalam tubuhku tak pernah mengeluh untuk menghidupiku,
Namun, waktuku telah banyak terbuang tanpa menyebut namaMu,
Tenagaku, terbuang sis-sia tanpa ada usaha berbakti padaMu,

Walaupun diriku begitu hina,
Namun ijinkan hamba untuk menikmati alamMu….

 
ELF Journey, 29-31 Desember 2012
Write On; Semarang, 6 Januari 2013


Numpang ng-share photo-photo hasil jepretan kemarin :D :


Dk. Sumber Simo Boyolali
Tiket Pendakian Merbabu


Pos 1 Dok. Malang

Gunung Merapi tampak belakang


Sun Rise dari Pos Sabana 1

Gunung Lawu Tampak Samar-samar

Puncak Sindoro tampak jauh

Berpose dengan latar Gunung Merapi


Tikungan Macan gunung Merbabu

Ketep Pass Volcano Centre Magelang


Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram