Kota Kembang, Kota Kenangan
Berbicara mengenai kota Bandung tak akan
pernah ada habisnya. Bandung yang sering disebut sebagai kota Kembang terlalu
naïf untuk dilupakan dalam setiap moment kunjungan. Sebagai ibukota provinsi
Jawa Barat, Bandung menawarkan pesonanya sebagai salah satu kota metropolitan
di Indonesia.
Saat pengalaman keduaku menginjakkan kaki
di koota Kembang ini. Nampaknya ada perubahan yang ada di kota Kembang. Yang
pasti perubahan itu adalah moment yang membawaku. Saat pertama kali aku ke
Bandung, aku masih ingat, saat itu aku masih duduk di bangku kelas dua sekolah
menengah akhir pada akhir tahun 2007. Mungkin, saat pertama kali aku ke Bandung
Tuhan telah menggariskanku sebuah kesempatan untuk kembali berkunjung ke kota
Kembang ini.
Yah, benar saja garis Tuhan tidak akan
pernah meleset. Di awal tahun 2013 ini, Tuhan berikanku kesempatan utnutk
berkunjung ke kota Kembang ini. Kali ini bukan untuk moment jalan-jalan. Namun,
moment organisasilah yang kembali membawkau ke kota Kembang ini. Setelah lima
tahun tak kurasakan dinginnya udara Bandung, akhirnya aku dapat merasakannya
kembali.
Sekali lagi, perbedaan yang aku rasakan
saat kunjungan keduaku kali ini adalah kesan adem saat ku jumpai para
jaka dan mojang asli Bandung. Logat sunda asli nampaknya, begitu sulit untuk
hilang dari bayanganku. Mungkin ini yang banyak dirasakan oleh orang-orang saat
berkunjung di Bandung, sehingga tak jarang yang betah berlama-lama di kota
Bandung ini. Tak terkecuali dengan diriku. Kesan mendalam sangat aku rasakan.
Berpose di Depan Gedung Sate Bandung |
Tak hanya kecantikan paras yang dimiliki
para pribumi kota Bandung ini. Namun, iklim ketimuran yang berbalut budaya dan
kebiasaan sunda masih saja terpancar dari para pribumi Bandung ini. Walaupun
kutahu mereka adalah generasi global. Tapi tak sedikitpu Nampak akan hal itu.
“Teteh”, “Aa”, sapaan yang selalu ku dengar
saat ku berpapasan dengan kawan-kawan Bandung. Serasa aku ikut menjadi bagian
dari mereka.
“Teh, alun-alun Bandungnya cumin segini?”
tanyaku pada salah satu kawanku sewaktu kunjunganku ke alun-alun Bandung.
“Iya,a’. cumin segini. Kalau mau yang luas
mah ntar aa’ ke lapangan Gasibu, yang ada di depan gedung sate a’ ”. jawabnya
dengan lembut.
“Iya teh, kalau gak salah yang sering buat
konser itukan the?”
“Iya a’, bener banget. Ada satu lagi a’
yang besar di Bandung ini” sambungnya melanjutkan percakapan.
“Dimana itu teh?”
“Ada di lapangan Tegalega” jawabnya
singkat.
“Kalau gak salah bukannya, Tegalega masuk
kawasan bandung sebelah selatan yah teh ?”.
“Iya a’, bener banget” lanjut dia
Ingin sekali ku berlama-lama di kota
Kembang ini. Ingin sekali ku mengenal kebudayaan Sunda. Terutama bahasa
Sundanya, yang menurutku mempunnyai karakteristik tersendiri. Berbeda dengan
bahasa Jawa yang sudah sangat sering aku dengar sebeleumnya, yang sangat
bersahabat dengan orang-orang yang belum mengenal bahasa Jawa. Tapi, aku
merasakan untuk bisa berbicara dengan bahasa Sunda, butuh beberapa waktu untuk
mempelajarinya.
Untuk saat ini, aku hanya bisa berdo’a pada
sanga Tuhan, semoga kelak ku dipertemukan kembali dengan kota Bandung.
Dipertemukan kembali dengan kelembutan tutur gadis-gadis dan jaka-jaka Bandung.
Damai kurasakan di kota ini. Walau ku belum sempat untuk menjelajahi kota
Bandung ini sampai ke berbagai penjuru kota. Namun, ku bersyukur ku dapat
menikmati eksotisme kota ini.
Catatan
akhirku sebelum kembali dari Bandung menuju Semarang.
Bandung, 13 Januari 2013
0 comment:
Post a Comment