29 June 2012


WAJAH PERFILMAN INDONESIA
Oleh : Saifudin ELF*
*(Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Walisongo)

Indonesia merupakan Negara multi cultural, dengan wilayah yang sangat luas sekitar 5.193.250 KM2  serta memiliki 13.487 buah pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke tak pelak memunculkan sebuah keragaman tersendiri dari masing-masing kelompok masyarakat yang meghuni suatu daerah tertentu dalam wilayah tertentu pula.

Indonesia dengan berbagai Suku, Ras, Agama yang telah berpuluh-puluh tahun menghuni daratan Indonesia sejak dahulu kalan terkenal sebagai bangsa yang ramah. Hal ini dibuktikan dengan rilis salah satu situs wisata Skyscanner yang memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara yang ramah dengan menempati posisi ke-6. Walaupun banyak terjadi kerusuhan di berbagi pelosok negeri, tapi agaknya masih banyak orang yang menilai bahwa Indonesia adalah Negara yang ramah.

Minilik sejarah di tahun 1970-an, saat dunia perfilaman mulai merambah tanah Indonesia. Dan sekitar tahun 1980-an dunia perfilman mulai bergairah utntuk terus berproduksi. Masih ingatkah dengan beberapa judul film yang pernah laris manis di decade tersebut. Sebut saja : Catan Si Boy, Blok M dan beberapa fil m lainnya. Berbicara mengenai perkembangan perfilman di tahun 1980-an mungkin masih hangat diingatan bahwa di masa itu ada beberapa bintang terkenal yang sering mewarnai layar kaca masyarakat Indonesia, sebut saja : Onky Alexander, Merriam Bellina, Lidya Kandau, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy Ratnasari.

Pada awal perkembangan film di indonesai, masih diwarnai dengan film-film bertemakan roman percintaan. Agaknya ini menjadi selera para penimat film masa lalau. Masa terus berjalan, hingga sampai massa 1990-an dimana masa-masa ini sering disebut masa-masa suram dunia perfilman Indonesai. Karena di tahun-tahun itu banyak sekali mermunculan film-film bergenre dewasa. Tak pelak itulah yang turut mewarnai dunia perfilamn Indonesia di decade 90-an. Sungguh ironi melihat dunia perfilman Indonesia di masa tersebut. Jika kita melihat prolog awal yang menyebutkan bahwa Indonesai adalah Negara yang ramah.

Di tahun awal abad millennium, setidaknya para pegiat film bisa bernafas lega. Ternyata masih ada orang yang memikirkan masa depan perfilman di Indonesia. Hal ini ditandai dengan munculnya film besutan Riri Reza dan Mira Lesmana yang berada di balik layar bertemakan  petualangan anak yang dikemas dalam film musical Petualangan Sherina, kontan saja film ini menraik ribuan orang untuk menyaksikan babak baru perfilman Indonesia.

Setelah Riri Reza dan Mira Lesmana berhasil dengan film PetualanganSherina, momentum kebangkitan perfilamn Indonesia segera dimulai. Ini bisa dilihat dari munculnya film Jelangkung (Horor Remaja), Ada Apa dengan Cinta (Cinta Remaja) dan beberapa film lain yang berbeda genre seperti, Bintang Matahari, Eiffel I’m In Love, Arisan. Bintang-bintang muda seperti Sherina, Joshua, Tina Toon, Dian Sastro Wardoyo, Nicholas Saputra dan beberapa artis lainnya turut berperan membawakan karakter masing-masing di film-filem tersebut.

Memasuki era baru, seperti sekarang ini. Berdasarkan analisis penulis dari hasil belajar di perkualiahan menyimpulkan bahwa ternyata, arus selera masyarakat sekarang ini adalah msyarakat lebih menyukai sebuah film yangmengangkat dimensi Religiusitas. Religiusitas di sini bukan dilihat dari aspek keberagamaan, namun lebih mendalam lagi yaitu aspek sisi kemanusiaan yang paling dalam. Masyarakat agaknya sudah sadar dengan apa yang seharusnya menjadi tuntunan, bukan sekedar tontonan.

Beberapa genre film yang mengangkat sisi Religiusitas (Sisi kemanusiaan yang paling dalam), Tjuk Ntak Dien, Naga Bonar jadi 2, Rindu Kami PadaMu, Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta, Waninta Berkalung Surban, Sang Pemimpi, Garuda di Dadaku, King dan masih banyak lagi. Sebenarnya jika ditelisik lebih mendalam, apa keunggulan dari film-film tersebut ? Banyak yang meragukan akan keunggulan yang dimiliki oleh film-film tersebut, ada yang bilang idenya gak baguslah, gak menjuallah, tapi nyatanya film itu bisa doterima oleh semua kalangan masyarakat.

Berdasarkan atas fenomena tersebut dapat penulis analisis, bahwa iklim kegemaran dan kesenanagan masyarakat akan film-film tersebut dipengaruhi oleh adanya kedekatan moril yang dibentuk dari proses visualisasi ide cerita ke dalam sebuah gambar bergerak tersebut yang menurut kebanyakan msyarakat itu adalah memaysrakat sekali ide dan juga penggambaran yang dibawa sebuah film. Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, bahwa iklim kesenangan terhadap film saat ini disebabkan oleh aspek religiusitas (sisi kemausiaan yang paling dalam)yang dibawa oleh sebuah film.

Dilihat dari isi, film-film tersebut seolah-olah tidak ada sebuah intrik dan pengarangan cerita yang berlebihan. Melainkan proses penggambaran kehidupan nyata yang mungkin saja banyak orang yang pernah mengalaminya. Bukan soal film itu film religi atau bukan. Film dakwah atau bukan, melainkan latar pengangkatan cerita yang menyentuh sisi-sisi kemanusiaan yang paling dalam. Dan hamper bisa dipastikan bahwa film itu “nggeh” jika ditonton oleh seseorang, walaupun tidak selamanya yang menonton film itu “nggeh”.
Iwallahu ‘alam bis syowab

0 comment:

Post a Comment

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram