14 September 2016



Long time not see guys…
I want to share about my story, when I had climbed inLawu mountain.
This planning was made someday ago. I think, that we will make something to appreciate my friend’s achievment. We make a planing to climb a mountain. And we choose “Lawu, to be our destination.

We have one week to make a preparation. But, one day before we have do it. One of us, tell us, tha he can’t be participant in this planing. I ‘m confused and angry with him. Who make and have a planning before it ? I just speak, that he is not consistent with his statement. And than, I throw a question for another friend. “ If he can’t be participant in this planning, how about us ?”, ask me for him. “ We still to do our planning, bro”, answer him for me.

When I was heard answer from my friend, I make a simple preparation before go to Lawu mountain. I’m bringin some clothes and not forget to bring a daypack. And than, I go to Semarang from Kendal with my motorcycle for one hours. When I was arrived in Semarang, I pick my friend and give him a warning, that the time was so hot. After dhuhur prayer, we start walked. We around a road between Semarang until Ungaran.

(Udahan ah, nulis English Version-nya capek J)

Sesampainya di Ungaran, kami mampir di tempat salah satu teman kita yang sebelumnya tidak jadi ikut untuk mengambil Kompor dan juga nesting yang akan kami gunakan sebagai alat pelengkap kita waktu di gunung. Aku sempat menyindir temanku tersebut dengan nada yang cukup sinis, hingga akhirnya doi memutuskan untukbegabung dengan kami dengan catatan berangkat dari Ungaran setelah sholat maghrib. “Why not, its so easy bro”, sahutku ke doi.

Waktu yang kita sepakati pun datang juga, aku sudah menunggu doi di Masjid Agung Ungaran setelah sebelumnya sholat Maghrib dan beristirahat. Doi datang menghampiri kami. Kini formasi kami sudah lengkat; there is Suhud, Ilham, and My Self. Setelah melakukan sedikit perbincangan tentang rute yang akan kami lewati, kami segera memacu kendaraan dari Ungaran menuju candi Cetho Karanganyar. Seharusnya menurut estimasi yang kami butuhkan, 4 jam kami sudah sampai di lokasi. Jalanan Ungaran-Salatoga-Boyolali-Sukoharjo-Solo-Karanganyar-Candi Cetho, kami tempuh dengan kondisi track yang cukup beragam. Mulai dari jalan beraspal, beton, hingga jalan galau (beton bukan, aspal juga bukan) hahah K. Tepat pukul 11.30 kami baru sampai di basecamp pendakian gunung Lawu Via Candi Cetho.
“Its was so amazing guys, five hours  that we must used up to arrive at Cetho Temple. Its because, we must used up to wait a rain, when we arrive in centre city of Karanganyar regency”

And than, we pray Isya’ together wih suhud as chairman in this praying. After we was prayed, we make a preparation before we go to summit. We prepare some bottle of water, a little rice, etc. at 00.30 AM. we start to walk aroud the mountain.

Berikut, estimasi waktu yang kami butuhkan :
Basecamp – 1st Shelter “mbah Mbranti”                          45 Minute
1st Shelter  – 2nd Shelter  “Brakseng”                                1 Hour
2nd Shelter – 3rd Shelter “Cemoro Dowo”                         1,5 Hour
3rd Shelter – 4th Shelter “Penggik”                                                1,5 Hour
4th Shelter – 5th Shelter “Bulak Peperangan”                 1 Hour
5th Shelter – Mbok Yem Store                                            2 Hour

Its was so really ? Yes really. Sebenarnya dari warung Mbok Yem, hanya butuh sekitar 15 menitan untuk sampai di puncak Hargo Dumilah. Tapi, apadaya kami tak bisa menggapai puncak karena hujan deras menghampiri kami. Selain itu juga waktu sudah menunjukkan pukul 05.30 PM, waktu yang sudah sangat sore untuk memaksakan diri menuju puncak.

Jam setengah satu malam, kami mulai jalan dari Basecamp pendakian, menuju pos perijinan. Setelah sampai pos perijinan waktu sudah menunjukkan jam 1 dinihari. Dari pos perijinan, jalanan yang kami lalui cukup landai, kita melewati alirang sungai yang mengering sebelum kami sampai di candi kethek (read; Kera). Hamparan perkebunan warga yang ditumbuhi beragam sayur mayur menemani perjalanan kami waktu itu, sesampainya di Pos 1. Ilham dan Suhud mengajak untuk bermalam di Pos 1, walau sebenarnya target kami di Pos 2. Akhirnya kami pun bermalam di Pos 1. Kebetulan ada pondokan yang bisa digunakan untuk bermalam. Kira-kira bisa digunakan untuk 8 orang jika berjajar.

Waktu pagi pun datang, itu akhirnya waktu kami beristirahat sudah selesai. Tidak lupa kami menjalankan kewajiban kami sebagai seorang muslim. Setalh itu barulah kami memasak minuman hangat dan juga agar-agar untuk memberikan energi tambahan buat kami melanjutkan perjalanan.

Dari Pos 1 menuju Pos 2, jalanan masih cukup landai. Namun, kita mulai memasuki kawasan hutan yang cukup lebat. Kurang lebih 1 jam waktu yang kami habiskan untuk sampai di Pos 2. Dari Pos 2 menuju Pos 3 jalanan mulai menanjak, yang cukup menguras tenaga. Sesekali kami juga berjumpa dengan track yang mendatar, cukuplah untuk mengembalikan tenaga. Satu setengah jam, kami berjibaku dengan beberapa tanjakan hingga akhirnya kami sampai di pos 3. Sesampainya di pos 3 kami beristirahat sejenak menghela nafas untuk memulihkan tenaga kami.

Track yang sebenarnya berada antara Pos 3 menuju Pos 4, tanjakan demi tanjakan harus kami lalui satu persatu, sesekali dari kami pun harus jatuh bangun sepanjang track ini. Akar-akar pohon di sekitar jalan, menjadi kawan yang paling sering membantu kami utnuk melawati tanjakan-tanjakan terjal yang dilalui. Waktu satu setengah jam terasa begitu lama kami jalani, hingga akhirnya kami sampai di pos 4. Waktu pada saat itu menunjukkan jam setengah 2 siang. Sesampainya di Pos 4, kami merundingkan rencana selanjutnya, Ilham meninggalkan carriel-nya di pos 4. Sedangkan aku dan suhud masih setia dengan bawaan masing-masing.

Jalanan dari pos 4 menuju pos 5 masih setia dengan tanjakan-tanjakan culasnya, walau sesekali ada jalanan datar yang cukup menyenangkan. Kurang lebih satu jam lamanya, akhirnya kami sampai di padang savana sebelum pos 5, kami pun mendirikan tenda untuk menyimpan barang bawaan kami. Dari padang savana, jalanan akan cukup bersahabata mulai dari pos 5 melewati kawasan Tapak Kidang, Paar Dieng, hingga sampai di kawasan Hargo Dalem. Kami membutuhkan waktu sekitar 2 jam dari padang savana Pos 5 untuk sampai di kawasan Hargo Dalem.

Cuaca di gunung memang tidak bisa ditebak, hujan deras pun turun membasahi kawasan puncak Lawu. Kondisi yang tidak memungkinkan, memaksa kita untuk mengurungkan niatan menggapai puncak lawu untuk yang kedua kalinya. Setelah kami beristirahat sejenak dan sholat Maghrib kami memutuskan untuk turun. Dengan bekal 2 senter dan 1 jas hujan (dua orang tanpa jas hujan, termasuk aku hahaha) kami berjalan perlahan menuruni bukit demi bukit yang tadi kami naiki. Kondisi yang tidak kami inginkan sebelumnya, namun harus kami hadapi. Jalanan gelap, berair, serta kondisi cuaca yang sangat dingit, ditambah air hujan yang datang menyapa melewati lubang-lubang baju yang kami kenakan, ditambah jalan yang sangat sepi menambah suasana mistis mencekam. Sepanjang perjalanan, hanya doa yang aku ucapkan, “God, safe us, guide us, give us a hope, give us a life”. Pemandangan yang kami lihat sangat menwasan di siang hari, berubah menjadi begitu menakutkan. Suara petir yang sesekali memekakkan telinga nampaknya juga tak ingin akrab dengan kami. Waktu itu kami hanya ingin segera sampai di tenda, dan memasak makanan agar tubuh kami tak semakin gontai.

Waktu yang ditunggu pun tiba juga, kami sampai di tenda, kemudian akmi segera berkemas untuk sesegera mungkin sampai di Pos 4. Jalanan berair kembali kami lewati beberapa kali kami harus terpeleset jatuh dan roboh di atas tanah. Namun, ini tak menjadikan kami lemah justru hal inilah yang memacu kami untum segera sampai di Pos 4. Sesampainya di pos 4 waktu sudah cukup malam, kami disambut dengan senyum hangat dari teman kami yang memang berbeda rombongan. Kami segera berganti pakaian agar tubuh bisa kembali hangat dan tak lupa kami memasak minuman hangat dan makanan. Sesekali kami bergurau dengan rekan kami di pos 4. Setelah makanan dan minuman yang kami buat mulai habis, tubuh terasa begitu capek hingga kami pun terlelap di bawah atap pondokan yang tersedia di pos 4 beralas dengan matras dan kisah sedih yang kami temui hari itu.

Keesokan harinya, setelah kami terbangun dan mulai menyiapkan bekal sarapan pagi. Kami berkemas dan membersihkan tempat kami bermalam. Tepat jam 08.30 pagi kami mulai menuruni turunan demi turunan untuk menuju basecamp. Tepat pukul 11.30 kami sampai di basecamp, waktu yang kami tempuh ini memang cukup lama. Karena memang salah satu rekan kami mengalami sakit di bagian kaki, sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan cepat apalagi kondisi medang yang sangat curang dan menurun.

Sesampainya di basecampa, kami segera membersihkan diri (read;mandi). Sholat Dhuhur dan makan siang. Tepat jam setengah 2 kami berjalan meninggalkan basecamp dan kenangan pendakian gunung Lawu kali ini. Jalanan antara Candi Cetho-Karanganyar-Solo-Sukoharjo-Boyolali-Salatiga-Ungaran-Semarang kami lalui.


And finally, the story about Lawu Climbing was end. I’m very happy, because we can arrived in our home with good condition. And we always say thanks to our God. This is the amazing adventure. Sometime, we will back again “Insyaallah”. JJJJJ

09 August 2016

ANALISIS SEMIOTIK
MENGUNGKAP MAKNA DIBALIK TANDA dan SIMBOL 
  

I.          PENDAHULUAN
Sebagai makhluk yang hidup di dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Apa yang perlu dipahami? Banyak hal salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama supaya tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat. Setiap orang memiliki interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik (the study of signs).
Masyarakat selalu bertanya apa yang dimaksud dengan tanda? Banyak tanda dalam kehidupan sehari-hari kita seperti tanda-tanda lalu lintas, tanda-tanda adanya suatu peristiwa atau tanda-tanda lainnya. Semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut sehingga masyarakat berasumsi bahwa semiotik hanya meliputi tanda-tanda visual (visual sign). Di samping itu sebenarnya masih banyak hal lain yang dapat kita jelaskan seperti tanda yang dapat berupa gambaran, lukisan dan foto sehingga tanda juga termasuk dalam seni dan fotografi. Atau tanda juga bisa mengacu pada kata-kata, bunyi-bunyi dan bahasa tubuh (body language). Untuk memahami semiotik lebih jauh ada baiknya kita membahas beberapa tokoh semiotik dan pemikiran-pemikirannya dalam semiotik.
II.       KATA DAN LOKALITAS PEMAKNAAN
Menurut Saussure (salah seorang ahli linguistik), bahasa terdiri atas sejumlah tanda yang terdapat dalam suatu jaringan sistem dan dapat disusun dalam sejumlah struktur. Setiap tanda dalam jaringan itu memiliki dua sisi yang tak terpisahkan seperti dua halaman pada selembar kertas. Saussure memberikan contoh kata arbor dalam bahasa Latin yang maknanya ‘pohon’. Kata ini adalah tanda yang terdiri atas dua segi yakni “arbor” dan konsep pohon. Signifiant “arbor” disebutnya sebagai citra akustik yang mempunyai relasi dengan konsep pohon (bukan pohon tertentu) yakni signifie. Tidak ada hubungan langsung dan alamiah antara penanda (signifier) dan petanda (signified). Hubungan ini disebut hubungan yang arbitrer. Hal yang mengabsahkan hubungan itu adalah mufakat (konvensi). a body of necessary conventions adopted by society to enable members of society to use their language faculty (sebuah tubuh dari konversi perlu yang diadopsi oleh masyarakat untuk memungkinkan anggota masyarakat untuk menggunakan pancaindera bahasa mereka).[1]
Oleh sebab itu bahasa sebagai sebuah sistem dapat dikatakan lahir dari kemufakatan (konvensi) di atas dasar yang tak beralasan (unreasonable) atau sewenang-wenang. Sebagai contoh, kata bunga yang keluar dari mulut seorang penutur bahasa Indonesia berkorespondensi dengan konsep tentang bunga dalam benak orang tersebut tidak menunjukkan adanya batas-batas (boundaries) yang jelas atau nyata antara penanda dan petanda, melainkan secara gamblang mendemonstrasikan kesewenang-wenangan itu karena bagi seorang penutur bahasa Inggris bunyi bunga itu tidak berarti apa-apa.
Petanda selalu akan lepas dari jangkauan dan konsekuensinya, makna pun tidak pernah dapat sepenuhnya ditangkap, karena ia berserakan seperti jigsaw puzzles disepanjang rantai penanda lain yang pernah hadir sebelumnya dan akan hadir sesudahnya, baik dalam tataran paradigmatik maupun sintagmatik. Ini dimung-kinkan karena operasi sebuah sistem bahasa menurut Saussure dilandasi oleh prinsip negative difference, yakni bahwa makna sebuah tanda tidak diperoleh melalui jawaban atas pertanyaan what is it, melainkan melalui penemuan akan what is not. Kucing adalah kucing karena ia bukan anjing atau bajing.[2]
III.    PEMBAHSAN SEMIOTIKA
Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial.[3] Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda.[4] Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Ahli sastra Teew mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih sistematis pada abad kedua puluh.[5]
Semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Semiotika adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif, hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Disamping itu, semiotika (semiotics) adalah salah satu dari ilmu yang oleh beberapa ahli atau pemikir dikaitkan dengan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan, sebuah teori dusta. Jadi, ada asumsi terhadapteori dusta ini serta beberapa teori lainnya yang sejenis, yang dijadikan sebagai titik berangkat dari sebuah kecenderungan semiotika, yang kemudian disebut juga sebagai hipersemiotika (hyper-semiotics). Umberto Eco yang menulis tentang teori semiotika ini mengatakan bahwa semiotika “...pada prinsipnya adalah seebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie).” [6]
IV.    TANDA SEBAGAI OBJEK KAJIAN SEMIOTIKA
Kajian mengenai semiotika tersebut dapat dikaji melalui berbagai macam pendekatan, antara lain melalui pendekatan teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce, dimana dia menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda.
Tanda dalam kehidupan manusia terdiri dari berbagai macam, antara lain tanda gerak atau isyarat, tanda verbal yang berbentuk ucapan kata, maupun tanda non-verbal yang dapat berupa bahasa tubuh. Tanda isyarat dapat berupa lambaian tangan, dimana hal tersebut bisa diartikan memanggil, atau anggukan kepala dapat diterjemahkan setuju. Tanda bunyi, seperti klakson motor, genderang, tiupan peluit, terompet, suara manusia, dering telepon. Tanda verbal dapat diimplementasikan melalui huruf dan angka. Selain itu dapat pula berupa tanda gambar berbentuk rambu lalulintas, dan sebagainya.
Bila dikaji melalui pendekatan semiotika dengan menggunakan teori Pierce, maka tanda-tanda dalam gambar dapat terlihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, antara lain : ikon, indeks dan simbol.
1)      Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto SBY sebagai Presiden NKRI adalah ikon dari Susilo Bambang Yudhoyono. Peta Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam sebuah bentuk peta. Sidik jari Hanung adalah ikon dari ibu jari Hanung sendiri.
2)      Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya. Atau disebut juga tanda sebagai bukti. Misalnya : sap dan api, asap menunjukkan adanya api. Jejak telapak kaki kuda di tanah merupakan tanda indeks hewan bernama kuda yang telah melewati jalan itu. Tanda tangan Hanung adalah sebuah brntuk tanda indeks dari keberadaan Hanung sebagai sosok manusia yang menorehkan tanda tangan tersebut.
3)      Simbol adalah tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama yang bersifat universal. Misalnya : marka jalan tulisan “S” dicoret dengan gari warna merah, menunjukkan simbol dilarang berhenti.[7]
Dari sumber yang lain, Zoest memberikan lima ciri dari tanda, yang menyebabkan tanda itu bisa dikatakan sebagai sebuah tanda, yaitu:
1)      Pertama, tanda harus dapat diamati agar dapat berfungsi sebagai tanda. Sebagai contoh  Zoest menggambarkan bahwa di pantai ada orang-orang duduk dalam kubangan pasir, di sekitar kubangan di buat semacam dinding pengaman (lekuk) dari pasir dan pada dinding itu diletakkan kerang-kerang yang sedemikia n rupa sehingga membentuk kata ‘Duisburg’ maka kita mengambil kesimpulan bahwa di sana duduk orang-orang Jerman dari Duisburg. Kita bisa sampai pada kesimpulan itu, karena kita tahu bahwa kata tersebut menandakan sebuah kota di Republik Bond. Kita mengangg ap dan menginterpretasikannya sebagai tanda.
2)      Kedua, tanda harus ‘bisa ditangkap’ merupakan syarat mutlak. Kata Duisburg dapat ditangkap, tidak penting apakah tanda itu diwujudkan dengan pasir, kerang atau ditulis di bendera kecil atau kita dengar dari or ang lain.
3)      Ketiga, merujuk pada sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak hadir. Dalam hal ini Duisburg merujuk kesatu kota di Jerman. Kata Duisburg merupakan tanda karena ia ‘merujuk pada’, ‘menggantikan’, ‘mewakili‘ dan ‘menyajikan’.
4)      Keempat, tanda memiliki sifat representatif dan sifat ini mempunyai hubungan langsung dengan sifat inter-pretatif, karena pada kata Duisburg di kubangan itu bukannya hanya terlihat adanya pengacauan pada suatu kota di Jerman, tetapi juga penafsiran ‘di sana duduk-duduk orang Jerman’.
5)      Kelima, sesuatu hanya dapat merupa-kan tanda atas dasar satu dan lain. Peirce menyebutnya dengan ground (dasar, latar) dari tanda. Kita menganggap Duisburg sebagai sebuah tanda karena kita dapat membaca huruf-huruf itu, mengetahui bahwa sebagai suatu kesatuan huruf-huruf itu membentuk sebuah kata, bahwa kata itu merupakan sebuah nama yakni sebuah nama kota di Jerman. Dengan perkataan lain, tanda Duisburg merupakan bagian dari suatu keseluruhan peraturan, perjanjian dan kebiasaan yang dilembagakan yang disebut kode. Kode yang dimaksud dalam hal ini adalah kode bahasa. Walaupun demikian ada juga tanda yang bukan hanya atas dasar kode. Ada tanda jenis lain yang berdasarkan interpretasi individual dan insidental atau berdasarkan pengalaman pribadi.[8]
V.       PEMBAGIAN KODE
Beberapa contoh di atas merupakan sebuah pendekatan semiotika menggunakan pendekatan struktural, dimana hanya melihat tanda-tanda dalam satu sisi saja. Sedangkan untuk mengetahui kedalaman makna dari suatu tanda, diperlukan pendekatan pasca struktural untuk membedah lebih lanjut mengenai kode-kode yang tersembunyi dibalik berbagai macam tanda dalam sebuah wacana. Salah satu pendekatan pasca struktural guna menelaah lebih lanjut mengenai kode-kode yang tersirat dalam sebuah tampilan media adalah melalui pendekatan pasca struktural dari Ronald Barthes.
Ronal Barthes dalam bukunya S/Z mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan. Penjelasannya sebagai berikut :
1)      Kode Hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai pertanyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau denga kata lain, Kode Hermeneutik berhubungan denagn teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul? Bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain.
2)      Kode Semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain Kode Semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu kondisi maskulin, feminim, pertentangan, kesukuan, loyalitas.
3)      Kode Simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis, kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofrenia.
4)      Kode Narasi, atau Proairetik,yaitu kode yang mengandung unsur cerita, urutan, narasi atau antinarasi.
5)      Kode kebudayaan atau Kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni dan legenda.
Kode-kode yang terkandung dalam sebuah tampilan suatu desain tersebut mempunnyai pemaknaan yang lebih mendalam akan arti dari tanda visual, dimana berbagai macam aspek tersebut menjadi sebuah acuan dalam pembuatannya, baik aspek kebudayaan, semantik, dan yang lainnya. Sehingga dalam konteks semiotika, pendekatan untuk melihat pemaknaan akan sebuah tanda dalam sebuah desain komunikasi visual tidak hanya melihat melalui satu sisi saja (struktural), melainkan dengan tambahan menggunakan pendekatan pasca struktural guna melihat kode-kode tersembuny di balik sebuah tanda, sehingga dapat diperoleh sebuah pemaknaan yang menyeluruh akan sebuah tampilan desain komunikasi visual.[9]
VI.    MACAM-MACAM ANALISIS SEMIOTIK
Sampai saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004). Jenis-jenis semiotik ini antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.
1)      Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu.
2)      Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.
3)      Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memper hatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4)      Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
5)      Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
6)      Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7)      Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
8)      Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat.
9)      Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasi kan melalui struktur bahasa.[10]
VII. KESIMPULAN
Semiotika merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif, hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan.
Tanda memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dengan ilmu semiotik, karena tanda menjadi objek yang menjadi bahan kajian dari semiotika, tanpa tanda ilmu semiotika tidak akan ada.
Pemaknaan terhadap suatu tanda terkadang hanya dilakukan dengan melihat secara visula saja atau secara kasat mata, dan jarang sekali dijumpai pemaknaan mendalam terhadap suatu tanda tertentu. Maka untuk mengetahui kedalaman makna dari suatu tanda, diperlukan pendekatan pasca struktural untuk membedah lebih lanjut mengenai kode-kode yang tersembunyi dibalik berbagai macam tanda dalam sebuah wacana. Biasanya dalam pendekatan pasca struktural dikenal beberapa kode, diantaranya : kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan.
Semiotik memiliki berberapa jenis, sesuai dengan pembahasan khusu dari masing-masing objek tanda, diantaranya :  Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memper hatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat. Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasi kan melalui struktur bahasa.




[1] F. Saussure, Course in General Linguistics, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988), hlm. 10.
[2] Manneke Budiman, Indonesia: Perang Tanda” dalam Indonesia: Tanda yang Retak, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2000), hlm. 30.
[3] Alex Sobur. Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 95.
[4] Aart Zoest, Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993), hlm. 1
[5] A. Teew, Khasanah Sastra Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 6
[6] Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Yogyakarta: jalasutra, 2003, hlm 42-44
[7] Hanung, Analisis Semiotika Struktural dan Pascastruktural dalam Tampilan Iklan Cetak Lux Shower. Lihat : http://hanunk.cjb.net, diakses tanggal 12 desember 2011
[8] Op.Cit, Aart Zoest.
[9] Op.Cit. Hanung.
[10] Op.Cit, Alex Sobur.

21 April 2016

Sebulan Menjadi Guru Bantu
Oleh; Saifudin


Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting bagi kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan menjadi salah satu isu nasional yang telah digalakkan oleh pemerintah bertahun-tahun yang lalu. Sudah banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah guna meningkatkan kwalitas pendidikan di Indonesia. Kebijakan tersebut bisa kita jumpai dan kita nikmati sampai sekarang. Mulai dari kebijakan Wajar Diknas 9 Tahun, kebijakan perubahan kurikulum bagi satuan pendidikan dari tahun ke tahun. Tidak hanya itu, kebijakan materi pun juga sudah dikeluarkan. Seperti dengan adanya Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah guna kemajuan pendidikan di Indonesia.
Aspek terpenting lainnya dalam rangka meningkatkan kemajuan pendidikan adalah kualitas SDM-nya. Guru menjadi salah satu factor paling penting dalam kemajuan pendidikan. Melalui peran guru yang langsung berhadapan dengan generasi-generasi muda bangsa Indonesia, nantinya akan muncul sosok-sosok pemimpin Indonesia di masa mendatang.
Belum pernah terbayang sebelumnya bagi personil Tim Komunikasi Sosial Ekspedisi NKRI Subkorwil 04/Saumlaki menjadi seorang guru yang benar-benar guru. Karena sebelumnya kami hanya sempat menjadi seorang siswa dan mahasiswa yang menerima materi pembelajaran dari seorang guru. Tapi, hal itu sangat berbeda dirasakan saat kami benar-benar menjadi seorang guru. Ya, seorang guru yang memberikan materi pembelajaran kepada seorang siswa.
Pengalaman menjadi guru selama hampir satu bulan di SD Naskat Santo Yoseph Lorwembun, adalah sebuah pengalaman yang tiada terhingga. Kami sangat menikmati saat-saat kami harus berjibaku dengan kondisi siswa yang sangat beragam. Baik beragam dari segi kemampuan berfikir, maupun beragam dari segi kelakuan dan kepribadian antar individu. Kondisi siswa-siswa di lokasi pengajaran, sangatlah berbeda dengan kondisi-kondisi siswa yang sering kami jumpai di sekolah-sekolah yang berada di Pulau Jawa. Sehingga kami pun seringkali harus menahan kesabarang, ketika sedang melakukan pengajaran. Kami pun dituntut untuk benar-benar beradaptasi dengan kondisi siswa yang sedemikian rupa. Akan tetapi, kami merasakan bangga dan bersyukur bisa merasakan langsung bagaimana sulitnya menjadi seorang guru. Apalagi menjadi seorang guru di pelosok negeri ini.
Salah hal yang paling sulit bagi kami selama menjadi guru bantu di seolah ini adalah berhadapan langsung dengan kondisi siswa yang memang memiliki karakter yang cukup keras seperti halnya karakter orang timur. Sehingga tak pelak pun kami beberapa kali harus menangani kondisi seperti ini.
Kami mengajarkan kepada mereka materi pelajaran untuk sekolah dasar. Mulai dari Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, IPS dan IPA. Seringkali kami juga harus berkoordinasi dengan guru kelas masing-masing, agar materi yang kami ajarkan tidak tumpang tindih dengan materi yang diajarkan oleh guru kelas. Dari sinilah kami mulai begitu dekat dengan para dewan guru SD Naskat Santo Yoseph Lorwembun. Kedekatan kami tidak sebatas kedekatan antara seorang guru dengan seorang tamu dari luar. Akan tetapi lebih dari itu, kedekatan kami layaknya seorang ibu yang sedang membimbing anaknya untuk belajar akan arti kehidupan.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Tidak terasa sudah hampir satu bulan kami menikmati kebersamaan dengan keluarga  besar SD Naskat Santo Yoseph Lorwembun. Dengan begitu, kami pun harus segera bergegas untuk bergeser kembali ke Pos Kotis untuk melanjutkan tugas yang lainnya. Isak tangis mengiringi prosesi perpisahan kami dengan dewan guru SD Naskat Santo Yoseph Lorwembun. Karena sebentar lagi, kebersamaan yang telah terjalin di antara kami dengan pihak guru yang telah terbangun hampir satu bulan harus segera berkahir. “Bukan perpisahanlah yang harus disesali, tapi pertemuanlah yang harus disesali. Karena tanpa adanya pertemuan, perpisahan tidak akan terjadi”, sepenggal kata yang terucap dari salah seorang dewan guru saat prosesi perpisahan kami dengan segenap dewan guru.

Bagi kami, waktu satu bulan belum lah cukup untuk membangkitakn gairah belajar di SD Naskat Santo Yoseph Lorwembun. Masih sedikit yang bisa kami lakukan di sana. Akan tetapi, harapan kami dari yang sedikit itulah nantinya akan melahirkan sesuatu yang besar. Semoga apa yang telah kami baktikan bisa bermanfaat bagi kemajuan pendidikan di Desa Lorwembun. 

30 June 2015




Harapan Itu Masih Ada, April !
Oleh; Saifudin

Mentari pagi ini, mulai menampakkan sinarnya dengan gagahnya. Setelah eberapa waktu lalu tertutup oleh awan gelap. Seiring meningginya matahari sampai detinggi tiang bendera, bersamaan dengan itulah semangat kami mulai kembali. Bulan Maret sudah berlalu meninggalkan kami, dan kini bulan April menyapa kami dengan sejuta harapan. Ya, karena dengan datangnya bulan April berarti hari-hari yang kami miliki dalam kegiatan Ekspedisi NKRI sudah semakin berkurang.

Bulan April kami awali dengan semangat terbarukan. Hal ini, mungkin karena kami baru saja mendapatkan kunjungan dari Wadanjen Kopassus Bapak Brigjen Jerindra. Selain berkunjung beliau juga menerima ppaparan hasil kegiatan Ekspedisi NKRI yang telah berjalan selama kurang lebih satu bulan. Di akhir kunjungan beliau juga menyempatkan diri untuk bertatap muka dengan para peserta ekspedisi secara langsung dengan tujuan untuk memberikan motivasi serta mendengarkan jejak pendapat, saran dan masukan dari para peserta ekspedisi untuk kemudian nantinya diharapkan akan bisa dilakukan perbaikan.

Nampaknya, bulan April kali ini akan berjalan dengan cepat. Hal ini mungkin saja disebabakan dengan berbagai macam rencana yang telah dibuat oleh para peserta intik dapat dilaksanakan pada rentang waktu bulan April. Ada, secercah harapan pasca kunjungan Wadanjen Kopassus. Yaitu, perbaikan sarana-prasarana pendukung kegiatan ekspedisi. Baik dukungan moril maupun dukungan materiil, itulah harapan dari para peserta.

Minggu pertama di bulan April, tim Komunikasi Sosial Ekspedisi NKRI Subkorwil 04/ Saumlaki telah mempunnyai rencana untuk melaksanakan kegiatan Bakti Sosial di Desa Alusi Kelaan Kecamatan Kormomolin. Setelah, pelaksanaan kunjungan Wadanjen Kopassus, keesokan harinya seluruh personil tim telah bersiap untuk melakukan pergeseran menuju sasaran.

Selama kurang lebih 4 hari, tim Komunikasi Sosial telah menyiapkan beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan. Kegiatan bakti sosial di Desa Alusi Kelaan meliputi kegiatan; Pengobatan Gratis, Karya Bakti Masyarakat, serta Nonton Film bareng masyarakat.

Selama hampir kurang lebih 2 jam, tim Komunikasi Sosial telah sampai di lokasi sasaran Desa Alusi Kelaan Kecamatan Korrmomolin. Setelah melewati jalanan panjang di seputar garis pantai pulau Yamdena dan beberapa bukit-bukit yang cukup tinggi. Setibanya di lokasi sasaran, seluruh personil kangsung mengadakan koordinasi lanjutan dengan kepala Dinas Kesehatan Kab. MTB guna tindak lanjut kegiatan pengobatan gratis. Setelah koordinasi dirasa cukup, tim segera melaksanakan kegiatan pengobatan gratis yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat.

Masyarakat sangat antusias mengikuti program yang kami jalankan. Hal ini, setidaknya memberikan rasa senang tersendiri bagi anggota tim. Karena, setidaknya usaha kami untuk membantu warga juga mendapatkan respon yang cukup baik dari warga itu sendiri. Silih berganti satu-persatu warga berdatangan ke lokasi pengobatan, hingga tidak terasa waktu sudah semakin senja. Kami pun segera meneyelesaikan kegiatan pengobatan hari itu juga, untuk dilanjutkan lagi keesokan harinya.

Keesokan harinya, nampaknya bumi Alusi Kelaan belum bersahabat dengan tim Komunikasi Sosial. Kami disambut dengan hujan yang cukup deras. Sehingga kami pun segera melakukan koordinasi untuk membuat rencana antisipasi, apabila hujan masih terus berlanjut. Di tengah guyuran hujan, personil di bagi menjadi dua tim untuk menjalankan rencana lanjutan. Tim 1 melaksanakan pengajaran wawasan kebangsaan di lembaga pendidikan setempat. Tim 2 melaksanakan lanjutan kegiatan pembuatan sarana MCK bagi warga.

Tim 1 terdiri dari, 6 orang mahasiswa serta didampingi 2 orang TNI. Sedangkan tim 2 terdiri dari 15 personil dari jajaran TNI. Setelah dirasa cukup, para personil segera meluncur ke sasaran lokasi masing-masing untuk menjalankan tugas masing-masing.

Tim 1 yang memiliki tugas untuk memberikan wawasan kebangsaan di SMA N Kormomolin segera menuju lokasi sekolah untuk melakukan koordinasi dan perizinan dengan pihak sekolah untuk melaksanakan kegiatan di lokasi sekolah. Tim 1 yang terdiri dari personil mahasiswa harus menanjak menaiki bukit untuk bisa sampai di lokasi sekolah. Nampak padang ilalang serta beberapa pohon kelapa di tengah-tengah perjalanan menuju lokasi sekolah. Setibanya di sekolah, hembusan angin pantai berhembus cukup kencang seolah menyambut kedatangan kami di lokasi sekolah.

Proses perizinan dan koordinasi lanjutan pun segera berlangsung. Selang beberapa menit, kami pun mendapat izin untuk memberikan wawasan kebangsaan pada murid-murid. Para murid terlihat antusias menyambut kedatangan kami. Seluruh personil mulai memasuki kelas masing-masing. Jumlah siswa yang terdaftar di sekolah ini cukup banyak, disbanding dengan sekolah-sekolah sebelumnya yang pernah kami kunjungi.  Hal ini dibuktikan dengan jumlah kelas yang sudah cukup banyak.

Sempat ada rasa haru, ketika tim mulai masuk ke dalam kelas. Terlihat wajah-wajah penuh semangat yang nampak berseri terpancar dari raut muka para siswa. Kami merasa bangga bisa bertatap muka dengan para siswa, yang mungkin saja semangat belajarnya bisa mengalahkan semangat belajar para pelajar di kota-kota besar. Ketika, sebuah pertanyaan kami lontarkan kepada mereka mengenai cita-cita yang mereka miliki. Mereka tak segan untuk menyebutkan cita-cita yang cukup mengagumkan bagi kami. Banyak juga diantara mereka yang ingin mendapatkan pendidikan lebih tinggi dari orang-orang lain.

Pengalaman berharga ketika bisa bertatap muka dan berinteraksi dengan para pelajar-pelajar daerah yang jauh dari pusat kota, semakin menambah rasa syukur kami. Rasa syukur bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik, dari pendidikan yang mereka dapatkan.

Seiring telah berakhirnya kunjungan kami di SMA Kormomolin, kami pun segera menuju homebase untuk melanjutkan kegiatan. Bertepatan dengan itu pula tim 2 yang bertugas melaksanakan kegiatan pembangunan sarana MCK sudah selesai melaksanakan tugas di lokasi masing-masing. Seluruh personil merasakan kenikmatan yang luar biasa pasca melaksanakan tugas yang diberikan. Bisa melihat senyum warga sekitar mengembang, bagi kami itu adalah sebuah anugrah. Setidaknya kedatangan kami bisa membuat senyum warga mengembang, walaupun itu hanya sekejap.

Saumlaki, 08 dan 13 April 2014

Welcome

Selamat Datang,
Selamat berkunjung di webblog milik Saifudin Elf, sebuah catatan sederhana dari sebuah proses dinamika berfikir, merangkai, dan menyusun kata.
"tak ada sejarah yang terukir tanpa tulisan, tak ada dokumentasi seindah lukisan Tuhan"
dengan motto tersebut, ku coba untuk menuangkan segala hasil pemikiran, jejak kaki, dan perjalanan hidup melalui webblog sederhana ini.
Kritik dan saran sangat saya harapkan,
Kritik dan saran Hubungi :
Saifudin ELF SMS/Call : 085740951321
Email : iffudz.saifudin@gmail.com
Twitter : @saifudinelf
Best Regard,
-saifudin elf-

Categories

Powered by Blogger.

Followers

Visitor


Blog Archive

Contact us

Name

Email *

Message *

Business

Instagram