WAJAH PERFILMAN INDONESIA
Oleh : Saifudin ELF*
*(Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Walisongo)
Indonesia merupakan Negara multi cultural,
dengan wilayah yang sangat luas sekitar 5.193.250 KM2 serta memiliki 13.487 buah pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke tak
pelak memunculkan sebuah keragaman tersendiri dari masing-masing kelompok
masyarakat yang meghuni suatu daerah tertentu dalam wilayah tertentu pula.
Indonesia dengan berbagai Suku, Ras, Agama
yang telah berpuluh-puluh tahun menghuni daratan Indonesia sejak dahulu kalan
terkenal sebagai bangsa yang ramah. Hal ini dibuktikan dengan rilis salah
satu situs wisata Skyscanner yang
memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara yang ramah dengan menempati
posisi ke-6. Walaupun banyak terjadi kerusuhan di berbagi pelosok negeri, tapi
agaknya masih banyak orang yang menilai bahwa Indonesia adalah Negara yang
ramah.
Minilik
sejarah di tahun 1970-an, saat dunia perfilaman mulai merambah tanah Indonesia.
Dan sekitar tahun 1980-an dunia perfilman mulai bergairah utntuk terus
berproduksi. Masih ingatkah dengan beberapa judul film yang pernah laris manis
di decade tersebut. Sebut saja : Catan Si Boy, Blok M dan beberapa fil m
lainnya. Berbicara mengenai perkembangan perfilman di tahun 1980-an mungkin
masih hangat diingatan bahwa di masa itu ada beberapa bintang terkenal yang
sering mewarnai layar kaca masyarakat Indonesia, sebut saja : Onky
Alexander, Merriam Bellina, Lidya Kandau, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy
Ratnasari.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzYwbGMz1lmhR2Cjc8Y9-TyxRWQyBnlkhPI3y0xwGz_D91a3OcLlcbNFjIbcDcMPkcJBswarX4esuMd4MC63nRts0idfwVF-mXicWvwh15H7iN7CUjV6E_-ysX3RNF_enw106yCFUn-i0/s200/images.jpg)
Di tahun
awal abad millennium, setidaknya para pegiat film bisa bernafas lega. Ternyata
masih ada orang yang memikirkan masa depan perfilman di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan munculnya film besutan Riri Reza dan Mira Lesmana yang berada
di balik layar bertemakan petualangan
anak yang dikemas dalam film musical Petualangan Sherina, kontan saja
film ini menraik ribuan orang untuk menyaksikan babak baru perfilman Indonesia.
Setelah Riri
Reza dan Mira Lesmana berhasil dengan film PetualanganSherina, momentum
kebangkitan perfilamn Indonesia segera dimulai. Ini bisa dilihat dari munculnya
film Jelangkung (Horor Remaja), Ada Apa dengan Cinta (Cinta
Remaja) dan beberapa film lain yang berbeda genre seperti, Bintang Matahari,
Eiffel I’m In Love, Arisan. Bintang-bintang muda seperti Sherina, Joshua,
Tina Toon, Dian Sastro Wardoyo, Nicholas Saputra dan beberapa artis lainnya
turut berperan membawakan karakter masing-masing di film-filem tersebut.
Memasuki era
baru, seperti sekarang ini. Berdasarkan analisis penulis dari hasil belajar di
perkualiahan menyimpulkan bahwa ternyata, arus selera masyarakat sekarang ini
adalah msyarakat lebih menyukai sebuah film yangmengangkat dimensi Religiusitas.
Religiusitas di sini bukan dilihat dari aspek keberagamaan, namun lebih
mendalam lagi yaitu aspek sisi kemanusiaan yang paling dalam. Masyarakat
agaknya sudah sadar dengan apa yang seharusnya menjadi tuntunan, bukan sekedar
tontonan.
Beberapa
genre film yang mengangkat sisi Religiusitas (Sisi kemanusiaan yang paling
dalam), Tjuk Ntak Dien, Naga Bonar jadi 2, Rindu Kami PadaMu, Laskar Pelangi,
Ayat-ayat Cinta, Waninta Berkalung Surban, Sang Pemimpi, Garuda di Dadaku, King
dan masih banyak lagi. Sebenarnya jika ditelisik lebih mendalam, apa
keunggulan dari film-film tersebut ? Banyak yang meragukan akan keunggulan yang
dimiliki oleh film-film tersebut, ada yang bilang idenya gak baguslah,
gak menjuallah, tapi nyatanya film itu bisa doterima oleh semua kalangan
masyarakat.
Berdasarkan atas fenomena tersebut dapat
penulis analisis, bahwa iklim kegemaran dan kesenanagan masyarakat akan
film-film tersebut dipengaruhi oleh adanya kedekatan moril yang dibentuk
dari proses visualisasi ide cerita ke dalam sebuah gambar bergerak tersebut
yang menurut kebanyakan msyarakat itu adalah memaysrakat sekali ide dan juga
penggambaran yang dibawa sebuah film. Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya,
bahwa iklim kesenangan terhadap film saat ini disebabkan oleh aspek
religiusitas (sisi kemausiaan yang paling dalam)yang dibawa oleh sebuah film.
Dilihat dari isi, film-film tersebut
seolah-olah tidak ada sebuah intrik dan pengarangan cerita yang berlebihan. Melainkan
proses penggambaran kehidupan nyata yang mungkin saja banyak orang yang pernah
mengalaminya. Bukan soal film itu film religi atau bukan. Film dakwah atau
bukan, melainkan latar pengangkatan cerita yang menyentuh sisi-sisi kemanusiaan
yang paling dalam. Dan hamper bisa dipastikan bahwa film itu “nggeh” jika
ditonton oleh seseorang, walaupun tidak selamanya yang menonton film itu “nggeh”.
Iwallahu ‘alam bis syowab
0 comment:
Post a Comment